Thursday, January 13, 2011

Proposal Penelitian


PROPOSAL PENELITIAN

PERAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGA TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL ANAK DI DESA KALIDENGEN, TEMON,
KULON PROGO, YOGYAKARTA







Oleh :
FITRI RIYANTI
08111241034



PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PENDIDIKAN PRASEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010
DAFTAR ISI


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................
B. Identifikasi Masalah..........................................................................
C. Pembatasan Masalah........................................................................
D. Rumusan Masalah ..........................................................................
E. Tujuan.............................................................................................
F. Manfaat...........................................................................................

BAB II KAJIAN TEORI
A. Kecerdasan Emosional.....................................................................
1. Manfaat Emosi...........................................................................
2. Macam-Macam Emosi...............................................................
3. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional..................................................
4. Manfaat Kecerdasan Emosional..................................................
B. Pendidikan Islam Dalam Keluarga....................................................
1. Materi Pendidikan Islam.............................................................
2. Metode Pendidikan Islam...........................................................
C. Kerangka Pikir.................................................................................
D. Hipotesis..........................................................................................

BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian.......................................................................
B. Tempat dan Waktu Penelitian...........................................................
C. Variabel Penelitian ...........................................................................
D. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................
1. Populasi Penelitian ...................................................................
2. Sampel Penelitian .....................................................................

E. Metode Pengumpulan Data..............................................................
1. Angket ....................................................................................
2. Interview..................................................................................
F. Instrumen Penelitian .........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran manusia dan penataan tingkah laku serta emosial yang berdasarkan pada agama Islam, dengan maksud mewujudkan ajaran Islam di dalam kehidupan individu dan masyarakat yakni dalam seluruh lapangan kehidupan (An-Nahlawi, T.Th: 45)
“Berdasarkan pengertian di atas, pendidikan Islam merupakan proses pemindahan ajaran Islam kepada anak didik yang meliputi aqidah yaitu keyakinan dan ketakwaan kepada Allah SWT, sedangkan syariah yaitu kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesame manusia ataupun dengan makhluk lainnya. Sedang akhlaq yaitu perilaku muslim. Dengan memberi ajaran Islam tersebut diharapkan dapat mengembangkan pikirannya dan membentuk kepribadiannya yang lebih baik agar terwujud pada sikap dan pengalamannya dalam kehidupan keseharian”.(Musthofa,2007:11)
Namun demikian, masa sekarang telah timbul perubahan dalam masa kanak-kanak. Anak-anak sulit mempelajari hal yang mendasar tentang agama dan tentang hati manusia. Orang tua harus lebih cerdik dalam mendidik anak-anak tentang agama, sosial dan emosi.
Kecerdasan emosional sangat diperlukan oleh semua orang, terlebih bagi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Seperti yang terjadi sekarang ini, hilangnya sopan santun dan rasa aman, menyiratkan adanya emosi-emosi yang tak terkendali dalam kehidupan kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Anak-anak jaman sekarang lebih mudah marah, resah, murung, memberontak dan menurutkan dorongan kata hati (John Gounian & Joan De Claire, 1997: 1). Dorongan kata hati merupakan perantara emosi. Sedangkan emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan dan nafsu ataupun setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap dan memiliki kecenderungan untuk bertindak. Emosi ini jumlahnya banyak, ada ratusan emosi bersama dengan campuran, variasi, mutasi dan nuansanya. Yang utama dari emosi adalah: marah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel dan malu (Goleman, 1999: 411)
Kendali diri sebagai dasar pokok dari kecerdasan diri, yakni mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi yang kemudian diikuti dengan proses pengelolaan emosi melalui usaha menghibur diri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan yang pada akhirnya menghasilkan motivasi diri dan penguasaan terhadap diri sendiri sehingga tingkah lakunya dapat terkendali (Goleman, 1999: 14). Di samping itu ada empati, yaitu kemampuan membaca emosi orang lain tergantung kepada kesadaran diri emosional, sebab orang yang mampu untuk memahami perasaan sendiri akan mampu memahami perasaan orang lain. Dari sifat empati tersebut dapat terpupuk sifat altruisme, yaitu memberi kasih sayang dance cinta terhadap sesama. Dan dapat memelihara hubungan (Goleman, 1999: 59).
Kecerdasan emosi untuk keadaan sekarang menjadi sangat penting untuk dimiliki mengingat telah muncul tekanan moral yang mendesak, yaitu saat-saat jalinan masyarakat mulai terurai semakin cepat ketika sifat mementingkan diri sendiri, kekerasan dan sifat jahat tampaknya telah mengikis sisi-sisi baik kehidupan masyarakat. (Mustafa 2007,14). Hal ini memunculkan alasan perlunya kecerdasan emosional yang bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak dan naluri moral.
Pengalaman dan pendidikan di masa kanak-kanak akan menjadi kebiasaan dan menjadi karakter seseorang, sehingga sulit untuk dihapus, kalau bisa hanya ditutupi. Namun apabila ada stimulus yang merangsang pengalaman hidup yang pernah dialami tersebut, maka watak tersebut akan kembali walaupun dalam bentuk berbeda. Dalam arti lain, pengalaman dan pendidikan di masa kanak-kanak akan menjadi pondasi dasar bagi kepribadian anak dan dapat berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya (Rahman. 2002: 51.
Dalam usaha menanamkan kecerdasan emosi ini diharuskan untuk memahami perkembangan emosi anak agar dapat hasil yang maksimal. Adapun emosi yang berkembang pada masa anak usia dini adalah emosi, takut, cemas, marah, cemburu, kegembiraan, kesenangan kenikmatan, kasih sayang, dan rasa ingin tahu (Yusuf, 2002: 167169). Sedangkan pihak yang paling efektif untuk melaksanakan tugas pendidikan terhadap anak di masa kanak kanak awal adalah keluarga, khususnya kedua orang tua. Karena orang tua memiliki peranan yang penting bagi anak, antara lain: orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak, pelindung utama bagi anak, sumber kehidupan dan tempat tergantung bagi anak serta sumber kebahagiaan bagi anak. Di samping itu orang tua juga memiliki otoritas penuh untuk memberikan stimulasi dan pelayanan pendidikan bagi anaknya tanpa diganggu oleh pihak lain (Rahman, 2002: 96-98).
Dalam pandangan Islam, emosi merupakan karunia (fitrah) Allah yang memiliki berbagai manfaat bagi kelangsungan hidup makhluk-Nya. Misalnya emosi takut menuntun makhluk hidup untuk menghindar dari bahaya yang mengancam. Dan emosi amarah yang mendorong untuk mempertahankan diri serta emosi cinta merupakan landasan bagi terpeliharanya kelangsungan hidup umat manusia (Nahiati, 1985: 66).
Sedangkan kecerdasan emosional dalam pandangan Islam menurut Jalalludin adalah: kecerdasan emosional diukur dari kemampuan mengendalikan emosi dan menahan diri. Dalam Islam, kemampuan mengendalikan emosi atau menahan diri disebut sabar. Orang yang paling sabar adalah yang paling tinggi dalam kecerdasan emosionalnya. la biasanya tabah dalam menghadapi kesulitan. Dan ketika belajar, orang ini tekun. la berhasil menga­tasi berbagai gangguan dan tidak memperturutkan emosi, karena ia dapat mengendalikannya (Rahmat, 2000: 241). Untuk mencapai kesuksesan hidup, orang tidak butuh IQ tinggi tetapi justru butuh EQ yang tinggi (Hariwijaya, 2006 : 7). Dengan demikian masa kanak-kanak adalah masa yang paling tepat untuk melatih dan mengembangkan kecerdasan emosi anak sehingga diharapkan saat dewasa dapat memiliki kecakapan hidup yang baik dan mampu mencapai kesuksesan.


B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, masalah-masalah yang ada adalah :
1. Masa sekarang ini telah timbul perubahan dalam masa kanak-kanak. Anak-anak sulit mempelajari hal yang mendasar tentang agama dan tentang hati manusia.
2. Seperti yang terjadi sekarang ini, hilangnya sopan santun dan rasa aman, menyiratkan adanya emosi-emosi yang tak terkendali dalam kehidupan kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita.
3. Anak-anak zaman sekarang lebih mudah marah, resah, murung, memberontak dan menurut dorongan kata hati.
4. Kecerdasan emosi untuk keadaan sekarang menjadi sangat penting untuk dimiliki, mengingat telah muncul tekanan moral yang mendesak, yaitu saat-saat jalinan masyarakat mulai terurai semakin cepat ketika sifat mementingkan diri sendiri, kekerasan dan sifat jahat telah mengikuti sisi-sisi baik kehidupan masyarakat.
5. Pihak yang paling efektif untuk melaksanakan tugas pendidikan terhadap anak di masa kanak-kanak awal adalah keluarga, khususnya kedua orang tua.
6. Untuk mencapai kesuksesan hidup, seseorang tidak butuh IQ tinggi tapi justru butuh EQ yang tinggi.
7. Di Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta mayoritas warga beragama Islam.


C. Pembatasan Masalah
Dari berbagai identifikasi maslah di atas, penulis membatasi masalah yang akan dibahas yaitu :
1. Kecerdasan emosi untuk keadaan sekarang menjadi sangat penting untuk dimiliki, mengingat telah muncul tekanan moral yang mendesak, yaitu saat-saat jalinan masyarakat mulai terurai semakin cepat ketika sifat mementingkan diri sendiri, kekerasan dan sifat jahat telah mengikuti sisi-sisi baik kehidupan masyarakat.
2. Pihak yang paling efektif untuk melaksanakan tugas pendidikan terhadap anak di masa kanak-kanak awal adalah keluarga, khususnya kedua orang tua.
3. Di Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta mayoritas warga beragama Islam.

D. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas dapat dibuat rumusan masalah :
Bagaimana peran pendidikan Islam dalam keluarga terhadap kecerdasan emosional anak di Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta?

E. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran pendidikan Islam dalam keluarga terhadap kecerdasan emosional anak di Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pendidikan Islam yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya.
b. Mengetahui tingkat kepedulian orang tua terhadap perkembangan anaknya.
c. Mengetahui nilai hubungan keluarga dan anak.
d. Mengetahui tentang apa dan manfaat kecerdasan emosi.
e. Mengetahui bagaimana ciri-ciri anak usia dini.
f. Mengetahui semangat pendidikan Islam tentang kecerdasan emosional.

F. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa dapat mengetahui peran pendidikan Islam dalam keluarga terhadap kecerdasan emosional anak di Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta
b. Mahasiswa dapat mengetahui kecerdasan emosional anak dan ciri-ciri anak usia dini

2. Bagi Institusi
a. Memberika informasi peran pendidikan Islam dalam keluarga terhadap kecerdasan emosional anak sebagai dasar tindak lanjut tinjauan peningkatan pendidikan Islam dalam keluarga
b. Meningkatkan penelitian untuk tindak lanjut di daerah lain terhadap peran pendidikan Islam di keluarga

3. Bagi Masyarakat
a. Memberikan informasi tentang pentingnya pendidikan dalam keluarga
b. Memberikan informasi tentang pentingnya kecerdasan emosional anak
c. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk lebih cerdik mendidik anak dengan pendidikan Islam agar kecerdasan emosional anak dapat berkembang secara maksimal.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kecerdasan Emosional
Emosi dalam makna paling harfiah didefinisikan di dalam Oxford English Dictionary sebagai "Setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap kead.aan mental yang hebat atau meluap-luap", sedangkan Daniel Goleman menyatakan bahwa, "Emosi merujuk pada suatu porasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecerdasan untuk bertin­dak". (Goleman, 1999: 411).
Pada dasarnya, semua emosi adalah dorongan un­tuk bertindak, rencana. seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur. Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e” untuk memberi arti "bergerak menjauh", menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal. mutlak dalam emosi. Hal ini tampak jelas bila kita mengamati binatang atau anak-anak dan jarang dilakukan oleh orang dewasa yang "beradab". (Goleman, 1999: 7).
Kecerdasan emosional atau Emotional Intelligence (EQ) menurut Rachman menyangkut angka kapasitas mental yang didasai kepekaan emosi penyadaran dan kemampuan mengatur emosi. Anak dengan kapasitas emosi tinggi dapat membedakan emosi negatif dan postif dan tahu cara mengubah emosi negatif menjadi positif. (Rachman, 2005 : 40)

Aspek-aspek kecerdasan emosional adalah :
1. Persepsi emosi : anak bisa mengenali jenis emosi dan ekspresi wajah, musik, warna dan cerita
2. Pemahaman emosi : anak bisa menyelesaikan masalah emosi serta mengetahui emosi mana yang sama atau berlawanan dan hubungan antara satu emosi dengan emosi lainnya
3. Pengelolaan emosi : pemahaman anak tentang akibat perbuatannya terhadap emosinya atau orang lain dan bagaimana mengatur kembali kondisi emosinya menjadi positif (Rachman, 2005 : 41).
1. Manfaat Emosi
Dengan adanya emosi, manusia dapat menunjuk­kan keberadaannya dalam masalah-masalah manusiawi. Emosi menuntun manusia dalam menghadapi saat-saat kritis dan tugas-tugas yang terlampau riskan bila hanya diserahkan pada otak, seperti kita menghadapi peristiwa yang menyedihkan, bertahan mencapai tujuan kendati dilanda kekacauan, keterikatan dengan pasangan, membina keluarga dan di saat-saat keadaan darurat yang bila kita berhenti sejenak untuk berpikir apa yang harus dilakukan, berarti nyawalah taruhannya (Goleman, 1999: 4)
Perasaan juga sangat berarti di saat keputusan-kepu­tusan pribadi, seperti di saat menentukan karir, memilih pasangan hidup dan tempat tinggal. Keputusan itu tidak dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya jika hanya meng­gunakan rasio, tetapi harus menggunakan suara hati atau bahasa emosi (Goleman, 1999: 72-73).

2. Macam-Macam Emosi
Goleman menyatakan bahwa sejumlah teoritikus mengelompokkan emosi ke dalam golongan-golongan besar, meskipun tidak semuanya sepakat tentang golongan itu. Adapun emosi utama dan beberapa anggota golongan ter­sebut adalah:
a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah be­sar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan dan barangkali yang paling hebat adalah tindakan kekerasan dan kebencian patalogis.
b. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melan­kolis, mengasihi diri, ditolak, kesepian, putus asa, dan patalogisnya adalah depresi berat.
c. Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, phobia dan panik.
d. Kenikmatan: bahagia, gembira, riang, ringan, puas senang, terhibur, bangga kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa dan senang sekali.
e. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
f. Terkejut: terkejut, terkesiap, terpana, takjub.
g. Jengkel: hina, jijik, muck, mual, benci, tidak suka, mau muntah
h. Malu : rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina aib dan hancur lebur (Goleman, 1999 : 411 – 412).
Setiap emosi menawarkan pola persiapan tindakan tersendiri. Masing-masing menuntun kita ke arah yang telah terbukti berjalan dengan baik yaitu ketika menangani tantangan yang berulang-ulang dalam hidup manusia dan hal ini rnenjadi sifat bawaan dan kecenderungan otomatis emosi manusia (Goleman, 1999 : 4).

3. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional
Kecerdas­an emosi memihki lima ciri pokok, yaitu:
a. Kendali Diri
Kendali diri adalah pengendalian tindakan emosional yang berlebihan. Tujuannya adalah keseimbangan emosi, bukan menekannya, karena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna tertentu bagi kehidupan manusia. Apabila emosi terlalu ditekan dapat membuat kebosanan, namun bila emosi tidak terkendali dan terus-menerus maka akan stres, de­presi dan marah yang meluap-luap (Goleman, 1999: 77).
b. Empati
Empati adalah memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang orang lain dan meng­hargai perbedaan perasaan orang mengenai berbagai hal Goleman, 1999: 428). Empati dibangun berdasarkan kesa­daran diri, semakin terbuka kepada emosi diri sendiri maka makin terampil kita membaca perasaan orang lain (Goleman, 1999:135).

c. Pengaturan diri
Pengaturan diri adalah menangani emosi kita sehing­ga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan emosi (Goleman, 2001: 514).
d. Motivasi
Motivasi adalah menggunakan hasrat kita yang paling dalarn untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, Berta untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi (Musthofa, 2007:47).
e. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial adalah menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan ini untuk mem-, pengaruhi dan memimpin, bermusyawarah serta menye­lesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. Orang yang cakap akan keterampilan sosial akan ixienghargai dan mengakui keberhasilan dan perkembangan orang lain. Di samping itu ia akan menawarkan umpan batik yang bermanfaat dan mengidentifikasi kebutuhan orang lain untuk berkembang (Goleman, 2001: 234).



4. Manfaat Kecerdasan Emosional
Orang yang memiliki kecerdasan emosi memiliki kemampuan untuk melepaskan diri dari suasana hati yang tidak mengenakkan seperti march, khawatir dan kesedihan. Hal ini akan membuat seseorang menjadi terkendali dan dengan terkendalinya emosi sama terkendalinya dorongan hati (Goleman, 1999: 113). Dengan demikian orang yang cerdas emosinya akan dapat menjalani kehidupan dengan tenteram, bahagia dan wajar, karena dia dapat mengenali dan mengelola emosi diri sehingga perilakunya dapat terkendali dan emosinya memberi makna yang lebih baik (Musthafa, 2007 :49)
Orang yang memiliki kecerdasan emosi akan lebih memiliki harapan yang lebih tinggi karena ia tidak terjebak di dalam kecemasan dan depresi.(Goleman, 1999:122). Dengan kecerdasan emosi orang akan memiliki sikap optimisme yang merupakan sikap pendukung bagi sese­orang agar tidak terjatuh dalam keputusasaan bila mengha­dapi kesulitan dan kegagalan karena dia melihat kesulitan sebagai sesuatu yang dapat diselesaikan dan melihat ke­gagalan adalah sesuatu yang dapat diperbaiki (Goleman, 1999:123).

B. Pendidikan Islam Dalam Keluarga
Keluarga di sini diartikan sebagai suatu kelompok individu yang terkait oleh ikatan perkawinan atau darah, yang secara khusus mencakup ayah dan ibu (orang tua) serta anak dan merupakan lembaga pendidikan yang diselenggarakan dan ditangani langsung oleh kedua orang tuanya. Sedangkan anak di sini adalah anak yang sedang mengalami masa kanak-kanak awal yaitu yang berusia 2-5 tahun yang akan ditumbuhkan kemampuan emosinya agar setelah dewasa nanti berkemungkinan besar untuk memiliki kecerdasan.(Musthofa, 2007, 52-53).
Abd. Rahman Abdifflah dalam bukunya "Aktualisasi. Konsep Dasar Pendidikan Islam tentang definisi dari pendidikan Islam, antara lain Syahminan Zaini, menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha untuk mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran Islam agar terwujud kehidupan manusia yang makmur dan bahagia. (Rahman, 2002: 30).
M. Arifin mengemukakan bahwa hakikat pendidikan Islam adalah orang dewasa Muslim yang bertakwa dan secara sadar mengarahkan Berta membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.
Soekarno dan Ahmad Supardi memberikan pengertian pendidikan Islam adalah pendidikan yang berasaskan ajaran atau tuntunan agama Islam dalam usaha membina dan membentuk pribadi-pribadi Muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, cinta dan kasih kepada kedua orang tua dan sesamanya dan memberi kemaslahatan bagi diri dan bagi masyarakat pada umumnya (Rahman, 2002 : 35-37).
Abd. Rahman Abdullah telah memadukan pemikiran para ahli pendidikan Islam tentang tujuan pendidikan Islam dan dari perpaduan tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk mengarahkan manusia menjadi orang yang muttaqien dan berakhlak mulia serta dapat membangkitkan seluruh potensi yang dimilikinya, baik secara fisik, psikis, intelektual, kepribadian dan sosial sesuai dengan tuntunan ajaran Islam dan tuntunan kehidupan agar tercapai kemakmuran hidup di dunia dan kebahagian akhirat, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun dalam kehidupan berma.- syarakat (Rahman, 2002: 45-46).
Dalam mencapai tujuan tersebut harus disesuaikan dengan keadaan anak didik, sebab pada tingkat perkembangan anak didik akan berbeda dalam hal pelaksanaan dan target tujuan yang hendak dicapainya. Dalam hal ini termasuk pada masa kanak-kanak awal. Pada masa ini, anak belum mampu berpikir secara abstrak atau anak masih berpikir secara indrawi (Derajat, 2001: 59), sehingga tujuan yang akan dicapai masih pada tahap pertumbuhan potensi anak. Melalui pemberian bekal dasar bagi anak agar pada masanya nanti setelah baligh sudah terbiasa dengan pemahaman dan pelaksanaan ajaran-ajaran agama sebagai salah satu ciri-ciri dari pribadi Muslim yang bertakwa. (Musthofa, 2007 :84).
1. Materi Pendidikan Islam
Dalam mempersiapkan generasi yang bertakwa dan berakhlak mulia. Yang dapat menjalin hubungan dengan Allah SWT, sesama manusia maupun terhadap sesama makhluk, maka pokok-pokok rnateri yang diberikan di sini adalah yang bersumber dari ajaran Islam, yaitu akidah, ibadah dan akhlak (Halim, 2001: 91-92).
a. Pendidikan Akidah (Keimanan)
Materi pendidikan akidah ini disebut juga ilmu tauhid, yang membahas tentang bagaimana bertauhid (meng­imani/ mengesakan) Allah. Menurut Dr. Abdullah Nasih Ulwan, pendidikan dasar keimanan itu berupa hakikat keimanan dan masalah yang gaib seperti iman kepada Allah.. iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-Rasul Allah, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada takdir baik dan takdir buruk, beriman kepada siksa kubur, hari kebangkitan hisab, surga, neraka, dan seluruh masalah yang gaib (Ulwan, 1999: 165).
Ilmu menurut pengertian yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan raga, serta memberi pengaruh dalam pandangan hidup dan perbuatan sehari­-hari (Qordawi, 1993: 5).
Menurut Abdullah Nasih Ulwan, iman kepada Allah SWT merupakan pondasi dasar pendidikan bagi anak-anak baik secara moral maupun psikis dan ada hubungan yang erat antara iman dengan moral atau akidah dengan per­buatan (Ulwan, 1999: 188).
Dalam pandangan agama Islam setiap anak dikaruniai fitrah kepada Allah SWT. Dan keimanan fitrah tersebut akan tumbuh melalui bantuan dan bimbingan lingkungannya. Dan yang paling bertanggung jawab dalam hal ini adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu orang tua dituntut untuk membimbing fitrah ketauhidan anaknya. melalui pendidikan keimanan (Ulwan, 1999: 170-171).
Adapun nilai-nilai akidah Islamiyah yang bisa mulai diperkenalkan kepada anak-anak masa kanak-kanak awal adalah memperkenalkan nama Allah dan nama Rasul-Nya, memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melalui kisah-kisah ringan dan memperkenalkan ke Maha Agung-an Allah dengan memaparkan gambaran ringan tentang adanya alam raya. (Halim, 2001: 179).
b. Pendidikan Ibadah
Apa yang telah ada di dalam keimanan akan men-I oiyala apabila direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bentuk dari realisasi tersebut adalah melalui amal ibadah. Materi pendidikan ibadah ini dikemas dalam sebuah disiplin ilmu yang disebut dengan ilmu fiqh. Di dalam ilmu fiqh ini dibicarakan tentang Rukun Islam, yaitu syahadatain, shalat, zakat, puasa dan haji serta segala tata pelaksanaan dalam menaati perintah. Allah SWT dan menjauhi larangan­Nya sebagai salah satu bentuk dari keimanan kepada Allah SWT. (Mustofa, 2007 : 88).
Sedini mungkin hendaklah anak diperkenalkan dengan tata peribadatan menyeluruh sebagaimana yang termaktub dalam fiqh Islam, agar kelak mereka dapat tumbuh menjadi insan-insan yang benar-benar bertakwa kepada Allah SWT yang berarti juga memiliki ciri pokok dari kecerdasan emosi. (Mustofa, 2007 : 89). Nilai-nilai ibadah dapat dikenalkan kepada anak masa kanak-kanak awal melalui cara: mengajak anak-anak ke tempat ibadah, memperlihatkan bentuk-bentuk ibadah seperti tata cara shalat, berwudlu, memperkenalkan arti ibadah kepada anak dengan pemaparan-pemaparan ringan. (Halim, 2001: 179).
Buah dari keimanan yang direalisasikan melalui pelaksanaan ibadah sebagai wujud penghambaan kepada Allah SWT adalah Akhlakul Karimah. Semakin kuat ke­imanan seseorang maka akan semakin giat ia beribadah dan tentunya akan semakin baiklah akhlaknya sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Rasulullah Saw bahwa:
"Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling mulia akhlaqnya." (Halim, 2001: 107)
Akhlak menurut Al-Ghazali adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia., yang dari dirinya muncul perbuatan yang mudah dikerjakan tanpa melalui pertim­bangan akal pikiran (Muhsin, 1999: 7). Seorang anak apabila sejak masa kanak-kanaknya, ia bisa tumbuh dan berkembang dengan landasan keiman­an dan kepada Allah, terdidik untuk senantiasa mengingat Allah yang nantinya akan terwujud melalui pengalaman ibadah dan berbekal kemampuan untuk menerima keuta­maan dan kemuliaan sehingga ia dapat terbiasa dengan akhlakul karimah yang berjalan secara otomatis tanpa dipikir-­pikir lagi, maka Insya Allah kebahagiaan hidup akan dira­sakannya kelak karena di dalam kepribadiannya tercermin ketakwaan yang tentunya tercermin juga kecerdasan emosi di dalamnya. (Ulwan, 1999: 193)
Masa kanak-kanak awal sangat peka terhadap hal-­hal yang dilakukan oleh orang lain khususnya kedua orang tua. la senang meniru dan mencontoh apa saja yang dide­ngar dan dilihatnya. Dan akhlak sangat terkait dengan kebiasaan,
Maka pihak orang tua harus berakhlakul karimah sebagai teladan anak mereka. Adapun cara orang tua dalam­ memberikan dorongan kepada anak untuk berakhlak mulia adalah dengan cara menceritakan kisah-kisah para nabi dan kisah-kisah ringan lainnya yang berisi keteladanan akhlak, melatih kebiasaan anak agar mengucapkan kata­-kata harian yang terpuji, serta bagaimana cara bersopan santun dan lain-lain.

2. Metode Pendidikan Islam
Sebagus apapun sebuah konsep ilmu kalau cara pe­nyampaiannya kurang cocok maka hasilnya pun kurang optimal. Oleh karena itu perlu metode yang tepat agar apa yang disampaikan mencapai hasil yang baik bahkan mak­simal. Adapun metode dalam pendidikan Agama Islam bagi anak menurut Abdullah Nasih Ulwan adalah:
a. Pendidikan dengan Keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang sangat efektif dan sangat berpengaruh dalam memper­siapkan dan membentuk keimanan, amal ibadah dan akhlak anak yang diharapkan akan berpengaruh juga terhadap tumbuhnya ketakwaan dalam diri sang anak yang tentunya akan mengandung di dalamnya yakni kecerdasan emosi. Dan untuk mewujudkan itu semua barang tentu pendidik yang dalam hal ini kedua orang tua sangat efektif untuk menanamkan peran suri teladan ini karena orang tua merupakan pendidik yang utama dan pertama bagi anak ketika lingkup pergaulan anak masih seluas lingkungan rumah. Hal ini senada dengan apa yang dinyatakan oleh para tokoh pendidikan, seperti George Herbert Mead yang menyebutkan bahwa posisi orang tua bagi anak adalah sebagai signifikan other. Sementara Richard Dewey dan W.J. Humber menyebut orang tua sebagai affective other. Dengan demikian segala yang dilakukan oleh mereka akan ditiru oleh anak-anak, termasuk dalam sikap keagamaan anak. Sigmund Freud menyatakan bahwa keberagaman anak terpola dari tingkah laku bapaknya. Pengaruh ini oleh Freud disebut father image (citra bapak). Jadi, baik buruknya citra bapak akan ikut mempengaruhi sikap keagamaan anak (Hamid, 2000: 205).
Bagi anak didik, selama is tidak melihat sang pendidik sebagai teladan dari apa yang diajarkan kepadanya, bagai­manapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk ke­baikannya, maka akan sia-sia. Karena keteladanan adalah faktor yang dominan bagi pendidikan untuk anak masa kanak-kanak awal.
b. Pendidikan dengan Adat Kebiasaan
Salah satu yang merupakan kunci dalam pandangan Islam adalah bahwa anak sejak lahir telah diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang benar dan iman dari Allah:
"Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. " (QS. Ar Rum: 30).
Para ahli pendidikan Islam sepakat bahwa apabila anak dibekali pendidikan Islami dan lingkungan yang baik, maka ia akan tumbuh dengan iman yang benar, berhiaskan diri dengan etika Islami, bahkan sampai pada puncak nilai-nilai spiritual yang tinggi serta berkepribadian yang utama (Ulwan, 1999: 187).
Dari aspek motorik, anak masa kanak-kanak awal ini telah mampu mengontrol geraknya sehingga untuk melakukan gerakan-gerakan, misalnya dengan sholat, anak telah mampu melakukannya. Oleh karena itu orang tua dapat membiasakan anak untuk bersama-sama melakukan ibadah shalat. Dari sini diharapkan akan terbentuk jiwa keagamaan yang positif pada anak di kemudian hari.
Di samping itu, dari segi perkembangan keagamaan pada diri anak sepenuhnya autoratorius, artinya konsep keagamaan pada diri anak dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka sebab anak-anak melihat dan mengikuti apa-apa yang dikerjakan dan diajarkan lingkungannya terutama kedua orang tua. Mereka meniru tentang sesuatu yang berhubungan dalam kemaslahatan agama. (Jalaludin, 1995: 66 dan 68).
c. Pendidikan dengan Nasihat
Salah satu metode yang dapat diguna.kan dalam pembentukan akidah anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial adalah pendidikan anak dengan memberikan nasihat-nasihat. Dengan nasihat yang tulus akan. berpengaruh terhadap jiwa anak sehingga mendapat respon yang baik dan meninggalkan bekas yang mendalam (Ulwan, 1999: 213).
Di samping itu, jika dilihat dari perkembangan moral, anak masa kanak-kanak awal cenderung menggunakan ukuran baik buruk, benar salah, boleh atau tidaknya sesuatu berdasarkan apa yang dikatakan oleh orang lain terutama kedua orang tuanya (Bawani, 1990: 103-104).
Setelah metode ini dilakukan yang terpenting selanjutnya adalah orang tua mempraktikkan apa yang dinasihatkannya dalam kehidupan sehari-hari, karena apabila hal ini tidak dilakukan maka tak ada seorang pun yang akan menerima nasihatnya, termasuk jugasang anak. (Abdullah Nasih Ulwan, 1999: 271).
d. Pendidikan dengan Perhatian dan Pengawasan
Maksud dari pendidikan dengan perhatian dan pengawasan ini adalah orang tua senantiasa mencurahkan per­hatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek akidah dan. moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan anak baik secara mental maupun sosial. Di samping itu berkomunikasi tentang perkembangan kesehatan fisik dan in­telektualnya. Dengan diketahui hal-hal tersebut maka di­harapkan orang tua dapat membimbing dan mengarahkan segenap potensi anak khususnya emosi agar dapat berkem­bang dengan baik dan memiliki kecerdasan. (Musthofa, 2007 : 102).
Pendidikan dengan perhatian dan pengawasan ini bisa memberikan hasil yang positif, karena anak kecil memiliki kecenderungan kepada kebaikan, kesiapan fitrah, kejernihan jiwa sehingga sangat mudah untuk menjadi baik, terutama mental, moral, dan spritualnya. Hal ini bisa diperoleh apabila tersedia faktor pendidikan yang Islami dan lingkungan yang baik dan kondusif (Ulwan, 1999: 287).


e. Pendidikan dengan Hukuman
Pendidikan dengan hukuman ini berfungsi sebagai pencegah, yakni ketentuan hukuman diadakan agar dapat mencegah perbuatan yang menyebabkan diperlakukannya hukuman. Ketika perbuatan tersebut tetap dilakukan maka hukuman. pun boleh dilakukan secara proporsional. Secara mendasar diberlakukannya hukuman tersebut adalah untuk melindungi kebutuhan-kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, yakni menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kehormatan, menjaga akal dan menjaga harts benda. (Musthofa, 2007 : 103)
Dalam penerapan hukuman ini disesuaikan dengan usia, kultur dan kedudukannya. Ada yang cukup dengan nasihat yang lembut, ada yang diberi kecaman, bahkan dengan pukulan yang wajar. Begitupun hukuman yang diterapkan dalam mendidik anak akan berbeda penerapannya dengan hukuman bagi orang dewasa.(Musthofa, 2007 : 104).

C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir yang dapat dirumuskan antara lain :
1. Pendidikan Islam sudah diajarkan oleh orang tua sejak anak masih berusia dini
2. Keluarga adalah lingkungan terbaik untuk mendidik anak
3. Anak dapat menerima pendidikan Islam dari orang tuanya
4. Kecerdasan emosional anak sudah terlihat sejak anak masih berusia dini

D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ada pengaruh pendidikan Islam dalam keluarga terhadap kecerdasan emosional anak.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala lewat analisis hubungan variabel pada saat penelitian dilakukan. Penelitian ini diarahkan untuk menetapkan sifat suatu situasi pada waktu penyelidikan (Best, 1997 : 145). Penelitian deskriptif, tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan variabel apa yang ada dalam suatu situasi.
Metode penelitian adalah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi. Ini merupakan rencana pemecahan masalah yang sedang diselidiki. (Musthofa, 2007: 80).
Penelitian ini difokuskan pada konsep kecerdasan emosi pada anak usia dini. Dengan landasan pendidikan Islam yang dilakukan dala keluarga. Diharapkan dari penelitian ini dapat menjelaskan fenomena yang ada terutama berkaitan dengan tujuan materi dan metode pendidikan Islam. Untuk memahami berbagai aspek dalam pendidikan Islam maka dari sisi data yang dihimpun, penelitian ini menggunakan pendekatan survei. Dengan pendekatan survei akan diperoleh kenyataan dan fakta yang terjadi di dalam masyarakat.


B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Penelitian ini akan dilaksanakan pada keluarga-keluarga yang ada di Desa Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta untuk mengambil sampel pendidikan Islam yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya.
2. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2010.

C. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas : Pendidikan Islam dalam keluarga.
2. Variabel terikat : Kecerdasan emosional anak

D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh yang mempunyai anak usia dini di Desa Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta.

2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel diambil keluarga dengan cara cluster sampling yaitu (10) sepuluh keluarga yang orang tua bekerja sebagai petani, (10)sepuluh orang yang orang tuanya bekerja sebagai pegawai negeri, (10) sepuluh keluarga yang orang tua sebagai anggota ABRI, (10) sepuluh keluarga yang orang tua bekerja sebagai pedagang, dan (10) sepuluh keluarga yang orang tua tidak tetap pekerjaannya. Pengambilan sampel menggunakan alasan jumlah kepala keluarga dan lokasi wilayah meliputi satu desa dengan jumlah kepala keluarga 483 KK.

E. Metode Pengumpulan Data
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta maupun angka. Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian adalah orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti peneliti, baik pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis lisan.
Dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua) metode pengumpulan data yaitu :
1. Angket (Kuesioner)
Dalam metode angket ini menggunakan angket tertutup, orang tua anak menjawab pertanyaan yang jawabannya sudah disediakan sehingga responden tinggal memilih.
2. Interviu (Interview)
Dalam metode interviu ini peneliti mewawancarai orang tua dengan membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen untuk metode angket adalah angket. Instrumen untuk metode wawancara adalah pedoman wawancara.
Dalam penelitian ini menggunakan indikator ciri-ciri anak dengan kecerdasan emosi tinggi :
a. Sadar diri, pandai mengendalikan diri, bisa dipercaya, bisa beradaptasi.
b. Bisa berempati, memahami perasaan lain, bisa menyelesaikan konflik, bisa bekerjasama dalam tim.
c. Bisa bergaul dan membangun persahabatan
d. Bisa mempengaruhi orang lain.
e. Berani bercita-cita
f. Bisa berkomunikasi
g. Percaya diri.
h. Bermotivasi
i. Bisa berekspersi dan berbahasa lancar
j. Menyukai gambar dan cerita.
k. Menyukai pengalaman baru.
l. Teliti dan prefeksionis
m. Suka membaca tanpa didorong-dorong
n. Mengingat kejadian dan pengalaman dengan mudah.
o. Suka belajar.
p. Rasa ingin tahu yang besar.
q. Rasa humor tinggi.
r. Aktif berfantasi dan kreatif dalam memecahkan masalah.
s. Senang mengatur dan mengorganisasikan aktivitas (Rachman, 2005, 63-75).
Selain indikator untuk mengetahui ciri-ciri anak dengan kecerdasan emosional diatas juga menggunakan indikator pendidikan agama yang dilakukan dalam keluarga anak seperti :
a. Pendidikan dengan keteladanan
b. Pendidikan dengan adat kebiasaan
c. Pendidikan dengan nasihat
d. Pendidikan dengan perhatian dan pengawasan
e. Pendidikan dengan hukuman
Suatu alat ukur dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan informasi yang jelas dan akurat apabila telah memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh para ahli psikometri, yaitu kriteria valid dan reliabel. Oleh karena itu agar kesimpulan tidak keliru dan tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dari keadaan yang sebenarnya diperlukan uji validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian.
a. Uji Validitas
Validitas lebih berupa derajat kedekatan kepada kebenaran dan bukan masalah sama sekali banar atau sekali salah. Validitas adalah suatu proses yang tak perah berakhir. Suatu cara pengukuran yang telah lama sekali diyakini akan validitasnya, suatu ketika ditemukan bukti-bukti baru aka kesalahan atau kekurangannya, sehingga dilakukan penyempurnaan atau peurbahan prosedur dan alat ukur tersebut.
Uji validitas item yaitu pengujian terhadap kualitas item-itemnya yang bertujuan untuk memilih item-item yang benar-benar telah selaras dan sesuai dengan faktor yang ingin diselidiki. Cara perhitungan uji coba validitas item yaitu dengan cara mengorelasikan skor tiap item dengan skor total item.
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan validitas konstruk (construct validity) yaitu validitas yang mengacu pada konsistensi dari semua komponen kerangka konsep. Untuk menguji tingkat validitas instrumen penelitiannya, maka digunakan rumus teknik Regresi liner sederhana.
Bagian dari uji validitas yang dipakai dalam penelitian ini adalah melalui analisis butir-butir, dimana untuk menguji setiap butir skor total valid tidaknya suatu item dapat diketahui dengan membandingkan antara angka regresi linier sederhana (r Hitung) pada level signifikansi 0,05 nilai kritisnya. Instrumen penelitian ini dikatakan valid dimana nilai korelasinya lebih besar dari 0,3.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah menunjuk pada tingkat keterdalaman sesuatu. Data yang reliabel adalah data yang dihasilkan dapat dipercaya dan diandalkan. Apabila datanya memang banar-benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kali pun diambil, tetap akan sama.
Uji realibilitas adalah dengan menguji skor antar item dengan tingkat signifikansi 0,05 sehingga apabila angka korelasi yang diperoleh lebih besar dari nilai kritis, berarti item tersebut dikatakan reliabel. Uji Alpha Cronbach digunakan untuk menguji realibilitas instrumen ini.
Rumus Alpha Cronbach :
r11 =
r = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal.
= jumlah varians butir
= varians total



DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an dan Terjemahannya. 2003. Depag RI.

An-Nahrawi Abdurrahman. Usluhut Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibiha, Damsyik, Darul Fikr.

Best John W.. 1997. Research in Education, New Jersey: Eagle Wood Eliffs, Third Edition.

Claire Joan De & L. John Gottman. 1997. Kiat-Kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional, alih bahasa: T. Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Goleman Daniel. 1999. Kecerdasan Emosional, alih bahasa, T. Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hamid Muhyiddin Abdul. 2000. Kegelisahan Rasululoh Mendengar Tangis Anak. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Hariwijaya, M. 2006. Tes EQ Tes Kecerdasan Emosional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jalaluddin Rahmat. 2000. Meraih Cinta Illahi - Pencerahan Sufistik. Bandung: Rosdakarya.
Jalaluddin. 1995. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Press.

Mustofa, Yasin. 2007. EQ untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam. Sketsa.

Nahjati Ustman. 1985. Al-Qur'an dan Ilmu Jiwa. alih bahasa: Ahmad. Rafiq Utsmani. Bandung: Pustaka.

Rachman, Eileen. 2005. Mengoptimalkan Kecerdasan Anak dengan Mengasah IQ dan EQ. Jakarta: PT. Gramedia Pustama Utama.

S. Rahman Hibana. 2002. Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: PGTKI Press.

Ulwam Abdullah Nasih. 1999. Pendidikan Anak dalam Islam. alih bahasa. Jamaludin M, Tarbiyatul Aulad fil Islam. Jakarta: Pustaka Amani.

BK di TK

PENANGANAN ANAK HIPERAKTIVITAS
MELALUI BIMBINGAN DAN KONSELING
DENGAN METODE BERMAIN

Mata Kuliah : Bimbingan Dan Konseling
Dosen : Nur Hayati, S.Pd








Disusun Oleh :
Atika Nurjannah (08111241005)
Nurlayli Hasanah (08111241009)
Vita Naurina (08111241010)
Ettik Haryati (08111241013)
Libri Rizka Puri W (08111241030)
Fitri Riyanti (08111241034)
KELAS : IV A
PG PAUD

PENDIDIKAN PRASEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Perilaku siswa-siswi usia sekolah saat ini beragam, Salah satu perilakunya adalah anak-anak yang sangat sulit di atur, tidak bisa diam dan seolah-olah tidak memperhatikan pelajaran di kelas. Anak-anak tersebut biasanya mengalami gangguan dalam perkembangannya yaitu gangguan hiperkinetik yang secara luas di masyarakat disebut sebagai anak hiperaktif.
Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. Terhadap kondisi siswa yang demikian, biasanya para guru sangat susah mengatur dan mendidiknya. Di samping karena keadaan dirinya yang sangat sulit untuk tenang, juga karena anak hiperaktif sering mengganggu orang lain, suka memotong pembicaran guru atau teman, dan mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu yang diajarkan guru kepadanya. Selain itu juga, prestasi belajar anak hiperaktif juga tidak bisa maksimal.
Untuk itulah dibutuhkan suatu pendekatan untuk membantu anak-anak yang hiperaktif tersebut supaya mereka dapat memaksimalkan potensi diri dan meningkatkan prestasinya. Pendekatan ini yaitu dengan adanya bimbingan konseling berupa layanan / treatment yang sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga dengan demikian, diharapkan setiap anak akan memperoleh haknya untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik tanpa terkecuali, karena pengajaran yang diberikan telah disesuaikan dengan kemampuan dan kesulitan yang dimilikinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi hiperaktif ?
2. Apa faktor-faktor penyebab hiperaktif ?
3. Apakah ciri-ciri anak hiperaktif ?
4. Apakah pengaruh anak hiperaktif terhadap perkembangannya ?
5. Bagaimana penanganan anak hiperaktif ?


BAB II
KAJIAN TEORI

A.Bimbingan Konseling
A.1 Pengertian
Bimbingan adalah upaya bantuan oleh pembimbing atau konselor kepada terbimbing atau konseling yang mengalami masalah. Konseling adalah upaya bantuan oleh pembimbing atau konselor kepada terbimbing atau konseling yang mengalami masalah secara face to face untuk mengembangakan diri sebagai upaya terselesainya masalah yang dihadapi konseling.
Bimbingan dan konseling merupakan upaya pemberian bantuan dari seseorang yang berwenang dan memberikan bantuan secara professional.
A.2 Peran Bimbingan dan Konseling di PAUD
Menurut Suyadi (2009: 174) mengemukakan beberapa peran BK di PAUD yaitu:
a. Peran bimbingan konseling dalam menjaga stabilitas perkembangan fisik motorik AUD
B. Hiperaktivitas
B.1 Pengertian
Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. Gangguan hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa dalam Irawati Ismail (2009).
Dr. Seto Mulyadi dalam Irawati Ismail (2009) dalam bukunya “Mengatasi Problem Anak Sehari-hari“ mengatakan pengertian istilah anak hiperaktif adalah : Hiperaktif menunjukkan adanya suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, Tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. ADHD adalah sebuah kondisi yang amat kompleks; gejalanya berbeda-beda. Para ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai hal ini, akan tetapi mereka membagi ADHD ke dalam 3 jenis berikut ini:
1) Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini kebanyakan ada pada anak perempuan. Mereka seringkali melamun dan dapat digambarkan seperti sedang berada “di awang-awang”.
2) Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive.
Mereka menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak- anak kecil.
3) Tipe gabungan. Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif. Kebanyakan anak anak termasuk tipe seperti ini. Jadi yang dimaksud dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang disukai oleh anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Mereka seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan mengasikkan namun tidak kunjung datang.
B.2 Faktor-Faktor Penyebab Hiperaktif
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain:
1. Faktor Genetik
Anak laki-laki dengan eksra kromosom Y yaitu XYY, kembar satu telur lebih memungkinkan hiperaktif dibanding kembar dua telur.
2. Faktor Neurologik
Penelitian menunjukan, anak hiperaktif lebih banyak disebabkan karena gangguan fungsi otak akibat sulit saat kelahiran, penyakit berat, cidera otak.
3. Faktor Lingkungan
Racun atau limbah pada lingkungan sekitar bisa menyebabkan hiperaktif terutama keracunan timah hitam (banyak terdapat pada asap knalpot berwarna hitam kendaraan bermotor yang menggunakan solar).
4. Faktor Kultural dan Psikososial
a. PemanjaanPemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang terlalu dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya.
b. Kurang disiplin dan pengawasan.
Anak yang kurang disiplin atau pengawasan akan berbuat sesuka hatinya, sebab perilakunya kurang dibatasi. Jika anak dibiarkan begitu saja untuk berbuat sesuka hatinya dalam rumah, maka anak tersebut akan berbuat sesuka hatinya ditempat lain termasuk di sekolah. Dan orang lain juga akan sulit untuk mengendalikannya di tempat lain baik di sekolah.
c. Orientasi kesenangan
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan memiliki ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda agar mau mendengarkan dan menyesuaikan diri.

B.3 Ciri-ciri Anak Hiperaktif
Ada tiga tanda utama anak yang menderita ADHD menurut Irawati Ismail (2009), yaitu:
1. Tidak ada perhatian.
Ketidakmampuan memusatkan perhatian atau ketidak mampuan untuk berkonsentrasi pada beberapa hal seperti membaca, menyimak pelajaran, dan sering tidak mendengarkan perkataan orang lain.
2. Hiperaktif
Mempunyai terlalu banyak energi. Misalnya berbicara terus menerus, tidak mampu duduk diam, selalu bergerak, dan sulit tidur
3. Impulsif.Sulit untuk menunggu giliran dalam permainan, sulit mengatur pekerjaanya, bertindak tanpa dipikir, misalnya mengejar bola yang lari ke jalan raya, menabrak pot bunga pada waktu berlari di ruangan, atau berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu akibatnya.
Ciri-ciri khusus anak yang hiperaktif menurut Irawati Ismail (2009) diantaranya ialah sebagai berikut :
1. Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau sering menggeliat.
2. Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk manis.
3. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak selayaknya.
4. Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang.
5. Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga, tenaganya tidak pernah habis.
6. Sering terlalu banyak bicara
7. Sering sulit menunggu giliran
8. Sering memotong atau menyela pembicaraan
9. Jika diajak bicara tidak dapat memperhatikan lawan bicaranya (bersikap apatis terhadap lawan bicaranya).
D. Pengaruh Hiperaktivitas Terhadap Perkembangan Anak
Menurut Irawati Iskandar (2009), pengaruh jangka panjang terhadap anak yang mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian dengan Hiperaktivitas (GPPH/ADHD).
1. Anak tidak dapat mengikuti kegiatan belajar dengan baik, sehingga akhirnya mengalami kegagalan sekolah.
2. Anak sering tidak patuh terhadap perintah orang tua.
3. Anak sulit didisiplinkan, sehingga akhirnya mempunyai hambatan fungsi sosial dan pekerjaan.










BAB III
LANGKAH PENANGANAN MASALAH


Bimbingan dan konseling berperan membantu anak untuk mengembangkan diri secara optimal sesuai tahap perkembangannya. Selain itu, bimbingan dan konseling juga berperan sebagai sarana menangani anak-anak yang mengalami masalah dalam proses pembelajarannya atau perkembangannya. Salah satunya adalah hiperaktif . anak yang mengalami hiperaktif perlu penanganan khusus dan tepat. Disinilah bimbingan dan konseling memiliki peran yang penting dalam menangani anak yang hiperaktif baik dirumah maupun disekolah.

A. Metode Penanganan Anak Hiperaktif di Lingkungan Keluarga
Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mendidik dan membimbing anak-anak mereka yang tergolong hiperaktif :
1. Orang tua perlu menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktifitas
2. Kenali kelebihan dan bakat anak
3. Membantu anak dalam bersosialisasi
4. Menggunakan teknik-teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif (misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib), memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak.
5. Memberikan ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak untuk menyalurkan kelebihan energinya
6. Menerima keterbatasan anak
7. Membangkitkan rasa percaya diri anak
8. Bekerja sama dengan guru di sekolah agar guru memahami kondisi anak yang sebenarnya.
9. Latih anak-anak dapat medisiplin diri sendiri dengan sistematis, konsisten, jelas dan konsekuen.
10. Jangan menghukum anak hiperaktif karena itu bukan sepenuhnya kesalahan dia
11. Jangan menjuluki anak hiperaktif dengan julukan yang buruk, seperti nakal, bodoh, dan lain sebagainya, karena mereka akan menjadi seperti apa yang kita katakan. Dan menjadi anak yang tidak percaya diri.
12. Penanganan sebaiknya diberikan mulai dari keluarga terdekat (ibu).
13. Memberikan kasih sayang kepada anak namun tidak memanjakannya.
14. Ketika menasehati anak sebaiknya jelas dan spesifik serta diulang-ulang agar anak mudah memahami dan tidak menggunakan kekerasan.
15. Menjalin komunikasi yang baik dengan anak, selalu katakan ia anak baik dan berikan apresiasi bila ia melakukan hal yang baik
16. Hindari tayangan TV, video dan games yang bersifat kekerasan
17. Praktekan pola hidup sehat dengan menu makanan alamiah yang sesuai kebutuhan anak.
B. Penanganan Anak Hiperaktif di Taman Kanak-Kanak
Untuk penanganan anak hiperaktif di Taman Kanak-kanak dapat mengunakan metode bermain, metode ini sangat baik diberikan kepada anak hiperaktif karena anak akan belajar mengendalikan diri sendiri dan memahami dunianya. Dengan menggunakan metode bermain kepada anak seperti ini diperlukan guru-guru yang harus menemaninya. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan kreatifitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang dapat menyalurkan bakat si anak. Bagi anak seperti ini, metode ini dapat diberikan dan anak akan merasa sangat senang. Karena anak itu dapat dengan bebas melakukan kegiatannya yang dirasakan cukup baik bagi dirinya. Melalui kegiatan bermain ini anak dapat menggunakan fisik-motorik. Bermacam-macam cara dan teknik dapat dipergunakan dalam kegiatan tersebut seperti merayap, berlari, merangkak, berjalan, melompat, menendang dan melempar. Guru atau pembimbing anak dapat melakukan metode bermain ini sehingga anak tersebut tidak cepat bosan dengan cara yang diberikan oleh guru. Seperti mengajak anak untuk bernyanyi yang menggunakan aturan main, anak seperti ini akan tertarik untuk melakukannya.
Kegiatan bermain dapat membantu penyaluran kelebihan tenaga. Setelah melakukan kegiatan bermain anak memperoleh keseimbangan antara kegiatan dengan menggunakan kekuatan tenaga dan kegiatan yang memerlukan ketenangan. Anak dapat menyalurkan rasa ingin tahunya dengan menggunakan metode bermain ini seperti bagaimana caranya memasak, mengapa pohon layu bila tidak diberi air, dan sebagainya. Kegiatan menggambar dapat juga diberikan kepada anak hiperaktif termasuk didalam kegiatan bermain. Anak dalam menggambar dapat menggunakan pensil warna dan kertas gambar. Cara seperti ini merupakan salah satu kegiatan yang dapat menyalurkan tenaga pada dirinya.
Penanganan anak hiperaktif melalui bimbingan dan konseling di Taman Kanak-Kanak, dapat pula dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Mulailah pelajaran dengan kegiatan yang mengeluarkan energi, seperti gerak dan lagu. Tujuannya untuk mengurangi kelebihan energi khususnya pada anak yang hiperaktif.
2. Tutuplah benda-benda yang menarik perhatian anak.
3. Gunakan warna cat yang lembut untuk kelas dan peralatan yang ada serta hindari warna-warna yang terlalu menyolok.
4. Selalu menjelaskan kepada anak hiperaktif mengenai kegiatan yang akan dilakukan, meliputi jenis kegiatannya, hasil yang diharapkan, dan lama waktu yang dibutuhkan agar anak tersebut senantiasa mengingat tugasnya.
5. Berilah label pada setiap tempat penyimpanan benda karena anak yang hiperaktif suka mengambil benda dan lupa mengembalikannya.














BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. Terhadap kondisi siswa yang demikian, biasanya para guru sangat susah mengatur dan mendidiknya. Di samping karena keadaan dirinya yang sangat sulit untuk tenang, juga karena anak hiperaktif sering mengganggu orang lain, suka memotong pembicaran guru atau teman, dan mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu yang diajarkan guru kepadanya.
Bimbingan dan konseling menjadi sarana mengatasi anak hiperaktif baik bimbingan konseling yang dilakukan di rumah maupun di sekolah. Selain itu perlu ada kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua dalam menangani anak yang hiperaktif. Kerjasama yang baik antara semua pihak dalam menangani anak hiperaktif akan sangat membantu dalam perbaikannya kedepan demi amasa depan anak tersebut.

B. Saran
Dengan bantuan yang khusus dari ibu bapak, guru-guru, para dokter,atau lingkungan bermain, anak-anak ADHD akan mampu menangani masalah kurang pemusatan perhatian atau hiperaktif mereka dengan lebih baik. Mereka juga dapat menyalurkan tingkah laku hiperaktif mereka dalam suasana yang sesuai seperti latihan fisik atau senam. Oleh karena itu, lebih baik memilihkan aktivitas yang memberi mereka kebebasan bergerak.
Atau membuat diagnosis lengkap yang memerlukan penilaian dari seorang pakar yang berpengalaman dalam mengevaluasi beberapa hal yang bisa menimbulkan sikap yang tidak dapat memusatkan perhatian. Diagnosis dibuat dengan mempelajari corak tertentu tingkah laku anak-anak serta laporan tingkah laku mereka di rumah dan di sekolah dari ibu bapak dan guru sekolah. Kerapakali perawatan ADHD yang berhasil, melibatkan pendekatan multidisiplin yang melibatkan bidang pengobatan, psikologi, sosial dan pendidikan.
Untuk penanganan anak hiperaktif sebaiknya memiliki kelas khusus yang bisa menanganinya secara benar dan tepat seperti kelas Inklusi.

DAFTAR PUSTAKA
Irawati Iskandar. 2009. Anak Hyperaktif. Diakses dari http://www.balita-anda.com/kesehatan-%20umum/285.pdf pada tanggal 30 Maret 2010.
Slamet Suyanto. 2005. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat.
Yane Sinaga. 2009. Anak Hyperaktif. Diakses dari http://www.kadnet.info/web/index.php?%20option=com_content&view=article&id=1294:anak-hyperaktif-&catid=42:artikel-minggu-ini&Itemid=90 pada tanggal 24 Maret 2010.

Wednesday, January 12, 2011

PENDIDIKAN JASMANI UNTUK AUD

BERMAIN ROUNDERS UNTUK
TAMAN KANAK-KANAK KELAS B


Mata Kuliah : Pendidikan Jasmani Anak Usia Dini
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Sukardiyanto, M. Pd.


Disusun Oleh :
Fitri Riyanti
08111241034
PG PAUD VA



PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PENDIDIKAN GURU PRASEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010
PENDIDIKAN JASMANI TK B

Bidang Pengembangan Kemampuan Dasar Fisik Motorik
Indikator : Berlari sambil melompat dengan seimbang tanpa jatuh

LATIHAN PENDAHULUAN
Pemanasan (menaikkan suhu tubuh) waktu ± 5 menit. Dalam pemanasan ini anak diajak bermain reaksi. Anak dibagi menjadi dua kelompok yang setiap kelompok saling bergandeng tangan dan membuat lingkaran. Anak yang membuat lingkaran melakukan kegiatan yang diabakan guru. Pertama guru meniup peluit kemudian memberi aba-aba semua anak berjalan searah jarum jam. Peluit berbunyi lagi, anak-anak diberi aba-aba berlari kecil searah jarum jam. Peluit berbunyi, anak-anak di beri aba-aba memegang pundak temannya. Peliut berbunyi, anak-anak memegang tangan kanan temannya. Peluit selanjutnya anak-anak bergandengan dua-dua, kemudian peluit lagi bergandengan lima-lima.

LATIHAN INTI
Merupakan kegiatan inti yang mengarah pada aktivitas jasmani. Untuk TK Kelas B ini mengambil indikator berlari sambil melompat dengan seimbang tanpa jatuh yaitu dengan melakukan kegiatan bermain rounders. Rounders adalah permainan bola kecil dengan teknik dasar yang hampir sama dengan permainan baseball ataupun kasti yaitu melempar, menangkap, dan memukul ditambah dengan ketrampilan mengetik dan menghindari sentuhan bola. Permainan rounders untuk anak TK B ini menggunakan balon sebagai pengganti bola dan menggunakan kipas tipis untuk memukul bola.
a) Permainan rounders dimainkan oleh 2 regu, dimana tiap regu terdiri atas 12 pemain.
b) Sebelum permainan dimulai, dilakukan undian. Regu yang memenangkan undian berhak memilih menjadi regu pemukul atau regu jaga.
c) Pemukul diberi kesempatan memukul sebanyak 3 kali, jika pukulan pertama atau kedua baik, ia harus lari menuju base.
d) Urutan memukul sesuai dengan nomor yang telah ditentukan.
e) Pemukul di belakangnya tidak boleh mendahului pemukul di depannya.
f) Setiap base hanya boleh diisi oleh satu pemain saja.
g) Setiap regu pemukul berpindah base, regu jaga boleh mematikan.
h) Cara mendapatkan angka :
1) Setiap base yang dilewati pemain mendapat angka 1.
2) Jika dibakar atau terkena tik tidak mendapat nilai pada base itu.
3) Jika dapat kembali ke ruang tunggu dengan pukulan sendiri dan setiap base selamat maka akan mendapat angka 6.

PENUTUP
Penurunan suhu tubuh, kegiatan yang dapat dilakukan adalah peregangan tangan dan kaki. Mengipas-ipaskan tangan dan kaki diayunkan ke depan dan kebelakang.
Menyanyi dan bercerita, guru menceritakan hal-hal yang berhubungan dengan pentingnya pendidikan jasmani pada anak. Penjas selain dapat membuat badan sehat juga menyenangkan saat dilakukan. Menyanyi ” Kepala Pundak Lutut Kaki”



Pitcher
Pitcher adalah pemain yang bertugas melempar balon kepada pemukul. Balon harus dilemparkan di atas home base.
Catcher
Catcher adalah penangkap belakang yaitu salah seorang penjaga yang ditugaskan khusus menangkap balon di belakang home base.
Pemukul (Batter)
Ketentuan bagi pemukul (batter) adalah pemukul berlari setelah memukul balon menuju base kemudian menunggu temannya memukul agar bisa berpindah base.

Cara Mematikan LawanCara mengetik yaitu dengan menyentuhkan balon ke tubuh pemain pemukul sebelum dia mencapai base. Cara membakar yaitu dengan menginjakkan kaki pada base yang dituju pelari sambil memegang balon.

Bermain dan Belajar Anak Usia Dini

BERMAIN DAN BELAJAR ANAK USIA DINI

Mata Kuliah : Bermain dan Belajar
Dosen Pengampu : Dra. Sudaryanti



Disusun Oleh :
Fitri Riyanti
08111241034
PG PAUD VA




PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011


Pertanyaan :

Jenis kegiatan bermain apa saja yang sesuai untuk anak usia dini?
Jelaskan konsep bermain menurut para ahli di bidangnya masing-masing. Apa perbedaan dan persamaan dari konsep tersebut!
Bagaimana interaksi sosial dapat di bangun melalui kegiatan bermain bagi perkembangan perilaku anak didik?
Sebutkan beberapa jenis permainan anak-anak atau tradisional yang berkembang di Indonesia!

Jawaban :
Jenis kegiatan bermain yang sesuai untuk anak usia dini adalah
Berdasarkan tinggi rendahnya keterlibatan anggota tubuh yang terdiri dari dua jenis, yaitu bermain aktif dan bermain pasif. Bermain aktif adalah kegiatan yang memberikan kepuasan pada anak melalui aktivitas yang mereka lakukan sendiri, contoh bermain balok, bermain di sudut rumah tangga, bermain air, pasir, anyaman, bermain dakon, dan permainan kelompok. Bermain pasif adalah kegiatan yang tidak terlalu banyak melibatkan aktifitas fisik, contoh membaca, menonton film, mendengarkan radio, dan mendengarkan musik.
Berdasarkan kemampuan atau keterampilan yang di kembangkan pada diri anak terdiri dari bermain untuk pengembangan kemampuan kognitif yaitu bermain puzzle, reaksi, hijau hitam dan dakon, bermain sebagai latihan koordinasi gerakan motorik yaitu bermain menjala ikan, engkling, dan gobak sodor, bermain konstruktif yaitu bermain balok dan bermain pasir, bermain drama yaitu bermain peran di sudut rumah tangga, bermain boneka tangan, bermain untuk pengembangan kemampuan seni yaitu bermain play dough, lilin mainan dan bermain lego,bermain sebagai penumbuhan aspek moral dan nilai-nilai kehidupan yaitu bermain peran dan membaca buku bergambar.
Konsep bermain menurut para ahli
a. Kart Buhler dan Schenk Danziger, bermain adalah kegiatan yang menimbulkan ”kenikmatan”, dan kenikmatan itu menjadi rangsangan bagi perilaku lainnya.
b. Charlotte Buhler, bermain adalah pemicu kreativitas, menurutnya anak yang banyak bermain akan meningkatkan kreativitasnya.
c. Sigmund Freud, bermain merupakan sesuatu yang serius bagi anak-anak, di dalam bermain anak menumpahkan seluruh perasaannya, bahkan mampu mengatur”dunia dalamnya”agar sesuai dengan”dunia luarnya”.
d. Erik Erikson, bermain berfungsi memelihara ego anak-anak, oleh karena itu mereka berusaha mengatur, menguasai, berfikir, dan berencana.
e. Jean Piaget, bermain merupakan dunia realitas anak, yaitu adaptasi terhadap apa yang sudah mereka ketahui dan respon mereka terhadap hal-hal baru.
Perbedaan :
a. Kart Buhler dan Schenk Danziger : bermain menjadi rangsangan bagi perilaku lainnya.
b. Charlotte Buhler : bermain pemicu kreativitas.
c. Sigmund Freud : bermain menumpahkan seluruh perasaan anak.
d. Erik Erikson : bermain berfungsi memelihara ego anak.
e. Jean Piaget : bermain merupakan dunia realitas anak.
Persamaan :
Dari kelima tokoh yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan persamaannya yaitu bermain sangat penting bagi anak. Dengan bermain anak melakukan hal-hal yang bermanfaat karena anak belajar sambil bermain.

Interaksi sosial dapat di bangun melalui kegiatan bermain bagi perkembangan perilaku anak didik hal ini karena melalui bermain anak belajar tentang hukum alam, hubungan antar manusia, dan hubungan antar orang dan subyek. Dalam kegiatan bermain anak bercakap-cakap, melakukan kegiatan bersama orang lain, bekerja sama, dan melakukan hubungan dengan orang lain. Dengan kegiatan ini anak menjadi banyak belajar dan dapat menghargai orang lain. Anak dapat berinteraksi dengan orang lain dengan sendirinya dan ia dapat mengerti peraturan yang ada dalam permainan harus dilakukan.
Jenis permainan anak-anak atau tradisional yang berkembang di Indonesia yaitu :
a. Dakon
b. Sondah
c. Delikan
d. Ye-ye
e. Jamuran
f. Engkleng
g. Kelereng
h. Bekel
i. Patungan
j. Dam-daman
k. Gatheng
l. Gobak sodor
m. Gangsing
n. Ganepo
o. Pasaran

Pengembangan Daya Pikir dan Daya Cipta

MENGEMBANGKAN DAYA PIKIR DAN DAYA CIPTA
ANAK USIA 5-6 TAHUN

Mata Kuliah : Tumbuh Kembang Anak (5-6 Tahun)
Dosen : Nelva Rolina, M. Si.












Oleh
1. Inayani Nuraini (08111241003)
2. Uswatun Hasanah (08111241008)
3. Karni (08111241033)
4. Gloria Agustina (08111241012)
5. Ari Prasasti (08111241024)
6. Fitri Riyanti (08111241034)

PENDIDIKAN PRASEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2009

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dijaman modern seperti sekarang ini, ilmu pendidikan mulai berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satunya adalah pendidikan anak usia dini yang memfokuskan anak pada usia 0-8 tahun. Karakeristik anak usia dini berbeda dengan karakteristik anak pada usia diatasnya. Sehingga stimulasi untuk anak usia dini sangat dibutuhkan agar anak tumbuh dan berkembang dengan maksimal. Aspek perkembangan tersebut antara lain: aspek perkembangan daya pikir dan daya cipta.
Perkembangan daya pikir atau sering disebut kemampuan kognitif juga diartikan sebagai kemampuan anak untuk berfikir atau mengamati yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan baru. Pada umumnya perkembangan daya pikir anak usia TK ditandai dengan hasrat rasa ingin tahu yang muncul pada anak. Anak sering menanyakan sesuatu hal yang ia rasa menarik dan tidak berhenti bertanya sebelum apa yang ia pikirkan terjawab. Dalam hal ini daya pikir anak mulai berkembang.
Kenyataanya di lapangan, sering kita jumpai guru merasa risau bahkan membatasi ruang gerak anak dan mengabaikan pertanyaan yang diajukan oleh murid. Mereka justru menganggap anak tersebut bawel dan banyak bertanya. Hal tersebut sangatlah tidak dibenarkan, karena menghambat perkembangan anak khususnya perkembangan daya pikir. Sikap guru yang kurang tepat tersebut, selain menghambat perkembangan daya pikir, juga mematikan daya cipta anak atau yang sering disebut kreatifitas. Antara daya pikir dan daya cipta, saling bertalian. Daya cipta merupakan kemampuan untuk berfikir tentang sesuatu yang baru dan menghasilkan penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan.
Melihat kenyataan di lapangan, seharusnya ketika anak mengajukan pertanyaan dan sering mencoba hal yang baru, seorang pendidik memberi tanggapan dan ruang gerak pada anak tersebut serta memberikan bimbingan dan stimulasi yang tepat. Karena hal ini merupakan proses menuju perkembangan daya cipta dan daya pikir anak agar seluruh perkembangan anak bisa berkembang maksimal.
Dalam kesempatan ini kami membahas bagaimana cara mengembangkan daya pikir dan daya cipta anak usia 5-6 tahun. Khususnya dilingkungan TK. Untuk selengkapnya akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya.























KAJIAN TEORI

Anak usia dini menurut NAEYC (National Assosiation Education for Young Children) adalah sekelompok individu yang berada pada rentang usia antara 0-8 tahun. Menurut devinisi ini merupakan kelompok manusia yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini mengisyaratkan bahwa anak usia dini adalah individu yang unik dimana ia memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosial-emosional, kreativitas, bahasa, dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tahapan yang sedang dilakukan oleh anak tersebut. (Hartati: 2005).
Dalam pembahasan ini, kami mengambil teori perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh Jean Piaget. Jean Piaget adalah seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya skema-skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Kajian Teori Piaget untuk anak usia 5 – 6 tahun masuk dalam Periode Praoperasional. Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Pemikiran Praoperasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek.
Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Berkaitan dengan teori diatas, kemampuan daya pikir diartikan sebagai daya atau kemampuan seorang anak untuk berfikir dan mengamati, melihat hubungan-hubungan, kegiatan yang mengakibatkan seorang anak memperoleh pengetahuan baru yang banyak didukung oleh kemampuannya bertanya. Untuk kemampuan daya cipta disebut juga sebagai kreativitas. Banyak definisi tentang daya cipta atau kreativitas yang diajukan oleh para ahli yang satu sama lain memiliki sudut pandang sendiri-sendiri. Namun para ahli sebenarnya telah mengembangkan pengertian kreativitas dalam bentuk pengertian popular dan makna psikologis (Hurlock, 1978).


















BAB II
PEMBAHASAN

A. Cara Mengembangkan Daya Pikir dan Daya Cipta
Anak Usia 5-6 Tahun
Macam-macam metode yang dapat digunakan untuk pengembangan daya pikir dan cipta (kognitif anak TK).
Bermain
Pemberian Tugas
Demonstrasi
Tanya Jawab atau Bercakap-cakap
Mengucapkan Syair
Eksperimen
Bercerita
Karya Wisata
Dramatisasi














BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Anak Usia Dini sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat, baik itu fisik, bahasa, daya pikir maupun daya cipta. Daya pikir disebut juga sebagai kemampuan kognitif sering diartikan sebagai daya atau kemampuan seorang anak untuk berfikir dan mengamati, melihat hubungan-hubungan, kegiatan yang mengakibatkan seorang anak memperoleh pengetahuan baru yang banyak didukung oleh kemampuannya bertanya. Tujuan pengembangan daya pikir adalah agar anak mampu menghubungkan pengetahuan baru yang diperolehnya.
Daya cipta disebut juga sebagai kreativitas. Tujuan pengembangan daya cipta adalah mengembangkan imajinasi dan kreatifitas anak, memberi kesempatan pada anak untuk menciptakan sesuatu sesuai dengan kreatifitasnya, dan anak dapat menghargai hasil karyanya.
Agar daya cipta dan daya pikir anak dapat berkembang dengan maksimal maka orang tua maupun guru harus memberikan bimbingan pada anak dengan baik.











DAFTAR PUSTAKA

Harlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Hartati, Sofia. 2005. Perkembangan Belajar Anak Usia Dini. Jakarta : Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kerja Kependidikan dan Ketenagakerjaan Perguruan Tinggi.

Hildebrand, Verna. 1986. Introduction to Early Chilhood Educatian 4th ed. New York. Mac Millan Publishing Company.

Saputra, Mayke S. Tejo. 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Grasindo.

Suardiman, Siti Partini. 2003. Metode Pengembangan Daya Pikir dan Daya Cipta untuk Anak Usia TK. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Padmonodewo, Soemiarti. 2000. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta : Rineka Cipta.
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Teori_perkembangan_kognitif&action=edit&section=2

Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA
ANAK USIA DINI

Mata Kuliah : Pengembangan Kemampuan Berbahasa AUD
Dosen Pengampu : Ahmad Wahyudin, M. Hum.


Disusun Oleh :
Fitri Riyanti
08111241034
PAUD VA



PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PENDIDIKAN GURU PRASEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010

JAWABAN

Seorang anak dapat berbahasa karena anak sudah mulai berbahasa sebelum di lahirkan. Melalui saluran intrauterine anak telah mengetahui bahasa manusia waktu masih menjadi janin. Kata-kata yang didengar dari ibunya tiap hari secara biologis kata-kata itu ”masuk” ke janin. Kata-kata ibunya ini ”tertanam” pada janin anak. Setelah dilahirkan anak dapat menyerap arti kata baru setelah mendengarkan sekali atau dua kali di dalam percakapan atau suatu kalimat yang berbentuk kalimat pertanyaan, negatif dan perintah.

Proses pemerolehan bahasa menurut teori behaviorisme adalah adanya stimulus dari orang tua atau lingkungan maka anak akan merespon stimulus tersebut. Orang tua membawa pensil dan mengatakan pada anaknya bahwa yang dipegangnya adalah pensil, maka anak akan menangkap dalam otaknya, menyimpan, kemudian saat anak melihat pensil lagi ia tahu bahwa nama benda itu adalah pensil. Saat anak mengucapkan kata yang benar dan orang tua menanggapi dengan baik, maka kata itu akan dipakai terus oleh sang anak, jika anak mengucapkan kata yang salah kemudian orang tua menyalahkan kata yang di ucapkannya, anak tidak akan mengulangi mengucapkan kata yang salah tersebut.

Tahap pemerolehan bahasa menurut Piaget yaitu
a. Asimilasi
Asimilasi adalah memadukan data baru dengan struktur kognitif yang ada.
b. Akomodasi
Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif dengan pengetahuan baru.
c. Disquillibrasi
Disquillibrasi adalah proses penerimaan pengetahuan baru yang tidak sama dengan yang telah diketahui.


d. Equillibrasi
Equillibrasi adalah proses penyesuaian kembali antara asimilasi dan akomodasi.
Pemerolehan bahasa adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa-bahasa ibunya. Proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural ketika ia mendapatkan bahasa ibunya, sedangkan pembelajaran bahasa adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada tataran formal, yaitu belajar di kelas dan diajar oleh seorang guru.

LAD (Language Acquisition Device) adalah seperangkat alat berbahasa yang sudah ada pada anak sejak lahir. Eksistensi bakat bermanfaat untuk menjelaskan rahasia penguasaan bahasa pertama anak dalam waktu singkat karena LAD. Belajar bahasa adalah pengisian detail kaidah atau struktur aturan-aturan bahasa ke dalam LAD yang sudah tersedia secara alamiah pada setiap siri manusia. Mc Nail mendeskripsikan LAD terdiri dari :
Kemampuan untuk membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi yang lain.
Kemampuan mengorgaisasikan peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam.
Pengetahuan adanya sistem bahasa tertentu.
Kemampuan untuk mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem.

Hipotesis umur kritis adalah hipotesis yang menghubungkan pertumbuhan biologis manusia dengan taraf-taraf penguasaan bahasa. Hipotesis umur kritis mengatakan bahwa :
a. Penguasaan bahasa itu timbul sejajar dengan pertumbuhan biologis.
b. Setelah masa puber, penguasaan bahasa secara natural sudah tidak bisa lagi.

Nature adalah bekal atau kemampuan bawaan untuk memperoleh bahasa, nurture adalah pemerolehan bahasa yang dipengaruhi oleh lingkungan seperti orang tua dan saudaranya. Sifat pemerolehan bahasa nature dan nurture sama pentingnya karena tanpa satu sama lain, pemerolehan bahasa tidak dapat berjalan dengan baik bahkan dapat memenuhi kegagalan.

Basic level kategory adalah kata yang hierarkinya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, contohnya seorang anak tidak akan mengambil kata makhluk hidup atau perkutut bangkok, yang dipakai adalah kata dasar, yaitu burung. Inputnya adalah dari bahasa sang ibu, tetapi bahasa sang ibu juga mengikuti prinsip ini.

Kronologi pemerolehan bahasa dalam bidang fonologi adalah
Pada waktu dilahirkan anak hanya memiliki dua puluh persen (20%) dari otak dewasanya. Proporsi otak yang ditakdirkan kecil ini mungkin memang di rancang agar pertumbuhan otaknya proporsional pula dengan pertumbuhan badannya.
a. Usia 6 Minggu
1) Anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal.
2) Bunyi – bunyi yang di produksi belum dapat di pastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas.
3) Proses produksi bunyi ini disebut cooing (dekutan). Anak mendekutkan bermacam–macam bunyi yang belum jelas identitasnya.
b. Usia 6 Bulan
1) Anak mulai mancampur konsonan dengan vokal sehingga membentuk babling (celotehan).
2) Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat, seperti /p/ dan bilabial nasal, seperti /m/ diikuti vokal /a/.
3) Strukturnya adalah CV yang kemudian diulang-ulang. Misalnya, papa, mama, baba.
4) Kadang orang tua mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu meskipun apa yang ada dalam benak si anak kadang tidak diketahui. Celotehan itu hanya sekedar latihan artikulatori saja.
5) Konsonan vokal secara bertahap berubah sehingga munculah kata mami, dita, tita, dan sebagainya.
c. 1 Tahun
1) Pada anak Barat, produksi kata sudah mulai muncul ketika anak berusia 1 tahun.
2) Pada anak Indonesia, produksi kata muncul ketika anak berusia 1;6 tahun.
3) Kata yang muncul biasanya adalah suku kata terakhir, misalnya bu untuk menyebutkan ibu.

Ketika terjadi pemerolehan bahasa pada anak jumlah komprehensi lebih banyak daripada produksi karena kemampuan anak untuk mememahami apa yang dikatakan orang jauh lebih cepat dan jauh lebih baik daripada produksinya. Anak dan orang dewasa mempunyai dua kemampuan yang berbeda dalam berbahasa. Jumlah kosakata yang orang dewasa pakai secara aktif lebih sedikit dari kosakata yang orang dewasa mengerti. Anak dapat memahami perintah untuk mengambil salah satu mainannya walaupun ia belum bisa mengucapkan mainan tersebut.

Anak yang berlatarbelakang bahasa Inggris mampu lebih banyak dalam memproduksi kata dibandingkan anak Indonesia karena anak Indonesia harus menganalisis secara mental terlebih dahulu dari dua, tiga, atau empat suku kata yang mana yang harus diambil. Dalam bahasa Inggris kata banyak yang pengucapannya sederhana, cukup sekali mengucapkan misalnya kata play, dalam bahasa Indonesia menjadi bermain, terdiri dari tiga suku kata. Dalam bahasa Inggris huruf ”r” pengucapannya tidak jelas /ar/ sedangkan kalau di Indonesia huruf ”r” dibaca jelas /er/.

Konsep sini dan kini dalam pemerolehan bahasa adalah kata-kata yang diperoleh anak pada awal ujarannya ditentukan oleh lingkungannya. Anak pada kalangan yang terdidik mempunyai banyak mainan, ada fasilitas alat-alat elektronik, mereka sudah menguasai kosa kata seperti : televisi, telepon, telepon genggam, komputer, dan lain sebagainya. Dalam bentuk verba juga mengenal kata maem, pipis, ngetik, jalan-jalan, belanja, dan lain sebagainya. Anak yang tinggal di pedesaan terpencil kemungkinan kecil sekali untuk menguasai sejak awal kosa kata tersebut. Prinsip sini pada anak desa akan membuat dia menguasai kosa kata seperti : daun, rumput, kerbau, dan sebagainya.

Dalam penguasaan makna anak cenderung menggelembungkan makna karena dari masukan yang ada, anak harus menganalisis segala macam fiturnya sehingga makna yang diperoleh itu akhirnya sama dengan makna yang dipakai oleh orang dewasa. Jika anak diperkenalkan dengan konsep baru, maka akan cenderung untuk mengambil salah satu fitur dominan dari konsep itu. Konsep ini kemudian diterapkan pada konsep lain yang memiliki fitur tersebut. Contohnya : bulan dengan fitur bulat, kemudian diterapkannya pada kue ulang tahun, jam dinding, piring, huruf o. Tiap kali terapannya di tolak, dia merevisi ”definisi” tentang bulan sampai akhirnya anak memperoleh makna yang sebenarnya. Selain bentuk, ukuran juga bisa menjadi fitur yang diambil anak.

Anak Indonesia lebih lama menguasai pronomina dibandingkan dengan anak yang berlatarbelakang bahasa Inggris karena dalam memperoleh bahasanya anak juga harus menguasai tata krama bahasa. Ketika seseorang akan berbicara harus mempertimbangkan siapa yang diajak bicara. Dalam bahasa Indonesia promina orang kedua mempunyai banyak bentuk : kamu, engkau, saudara, anda, bapak, ibu. Pemakaian pronomina ini diatur oleh aturan sosial yang tidak sederhana. Jika dibandingkan dengan pronomina dalam bahasa Inggris, anak Inggris sudah menguasai pronomina you pada usia 2;3-1;6, anak Indonesia contohnya Echa sampai umur 5;0 kadang masih keliru dalam memakai kata kamu.

Ada aliran yang menentang bahwa seorang anak dapat berbahasa bukan karena habbit hal ini disebabkan oleh adanya aliran yang berpendapat bahwa kemampuan bahasa anak berasal dan diperoleh karena akibat kematangan kognitif anak, dalam aliran nativisme bahkan berpendapat bahwa bahasa terlalu kompleks dan mustahil dapat di pelajari oleh manusia dalam waktu yang relatif singkat melalui proses peniruan karena bahasa ditentukan oleh bakat.