Thursday, January 13, 2011

Proposal Penelitian


PROPOSAL PENELITIAN

PERAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGA TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL ANAK DI DESA KALIDENGEN, TEMON,
KULON PROGO, YOGYAKARTA







Oleh :
FITRI RIYANTI
08111241034



PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PENDIDIKAN PRASEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010
DAFTAR ISI


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................
B. Identifikasi Masalah..........................................................................
C. Pembatasan Masalah........................................................................
D. Rumusan Masalah ..........................................................................
E. Tujuan.............................................................................................
F. Manfaat...........................................................................................

BAB II KAJIAN TEORI
A. Kecerdasan Emosional.....................................................................
1. Manfaat Emosi...........................................................................
2. Macam-Macam Emosi...............................................................
3. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional..................................................
4. Manfaat Kecerdasan Emosional..................................................
B. Pendidikan Islam Dalam Keluarga....................................................
1. Materi Pendidikan Islam.............................................................
2. Metode Pendidikan Islam...........................................................
C. Kerangka Pikir.................................................................................
D. Hipotesis..........................................................................................

BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian.......................................................................
B. Tempat dan Waktu Penelitian...........................................................
C. Variabel Penelitian ...........................................................................
D. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................
1. Populasi Penelitian ...................................................................
2. Sampel Penelitian .....................................................................

E. Metode Pengumpulan Data..............................................................
1. Angket ....................................................................................
2. Interview..................................................................................
F. Instrumen Penelitian .........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran manusia dan penataan tingkah laku serta emosial yang berdasarkan pada agama Islam, dengan maksud mewujudkan ajaran Islam di dalam kehidupan individu dan masyarakat yakni dalam seluruh lapangan kehidupan (An-Nahlawi, T.Th: 45)
“Berdasarkan pengertian di atas, pendidikan Islam merupakan proses pemindahan ajaran Islam kepada anak didik yang meliputi aqidah yaitu keyakinan dan ketakwaan kepada Allah SWT, sedangkan syariah yaitu kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesame manusia ataupun dengan makhluk lainnya. Sedang akhlaq yaitu perilaku muslim. Dengan memberi ajaran Islam tersebut diharapkan dapat mengembangkan pikirannya dan membentuk kepribadiannya yang lebih baik agar terwujud pada sikap dan pengalamannya dalam kehidupan keseharian”.(Musthofa,2007:11)
Namun demikian, masa sekarang telah timbul perubahan dalam masa kanak-kanak. Anak-anak sulit mempelajari hal yang mendasar tentang agama dan tentang hati manusia. Orang tua harus lebih cerdik dalam mendidik anak-anak tentang agama, sosial dan emosi.
Kecerdasan emosional sangat diperlukan oleh semua orang, terlebih bagi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Seperti yang terjadi sekarang ini, hilangnya sopan santun dan rasa aman, menyiratkan adanya emosi-emosi yang tak terkendali dalam kehidupan kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Anak-anak jaman sekarang lebih mudah marah, resah, murung, memberontak dan menurutkan dorongan kata hati (John Gounian & Joan De Claire, 1997: 1). Dorongan kata hati merupakan perantara emosi. Sedangkan emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan dan nafsu ataupun setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap dan memiliki kecenderungan untuk bertindak. Emosi ini jumlahnya banyak, ada ratusan emosi bersama dengan campuran, variasi, mutasi dan nuansanya. Yang utama dari emosi adalah: marah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel dan malu (Goleman, 1999: 411)
Kendali diri sebagai dasar pokok dari kecerdasan diri, yakni mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi yang kemudian diikuti dengan proses pengelolaan emosi melalui usaha menghibur diri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan yang pada akhirnya menghasilkan motivasi diri dan penguasaan terhadap diri sendiri sehingga tingkah lakunya dapat terkendali (Goleman, 1999: 14). Di samping itu ada empati, yaitu kemampuan membaca emosi orang lain tergantung kepada kesadaran diri emosional, sebab orang yang mampu untuk memahami perasaan sendiri akan mampu memahami perasaan orang lain. Dari sifat empati tersebut dapat terpupuk sifat altruisme, yaitu memberi kasih sayang dance cinta terhadap sesama. Dan dapat memelihara hubungan (Goleman, 1999: 59).
Kecerdasan emosi untuk keadaan sekarang menjadi sangat penting untuk dimiliki mengingat telah muncul tekanan moral yang mendesak, yaitu saat-saat jalinan masyarakat mulai terurai semakin cepat ketika sifat mementingkan diri sendiri, kekerasan dan sifat jahat tampaknya telah mengikis sisi-sisi baik kehidupan masyarakat. (Mustafa 2007,14). Hal ini memunculkan alasan perlunya kecerdasan emosional yang bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak dan naluri moral.
Pengalaman dan pendidikan di masa kanak-kanak akan menjadi kebiasaan dan menjadi karakter seseorang, sehingga sulit untuk dihapus, kalau bisa hanya ditutupi. Namun apabila ada stimulus yang merangsang pengalaman hidup yang pernah dialami tersebut, maka watak tersebut akan kembali walaupun dalam bentuk berbeda. Dalam arti lain, pengalaman dan pendidikan di masa kanak-kanak akan menjadi pondasi dasar bagi kepribadian anak dan dapat berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya (Rahman. 2002: 51.
Dalam usaha menanamkan kecerdasan emosi ini diharuskan untuk memahami perkembangan emosi anak agar dapat hasil yang maksimal. Adapun emosi yang berkembang pada masa anak usia dini adalah emosi, takut, cemas, marah, cemburu, kegembiraan, kesenangan kenikmatan, kasih sayang, dan rasa ingin tahu (Yusuf, 2002: 167169). Sedangkan pihak yang paling efektif untuk melaksanakan tugas pendidikan terhadap anak di masa kanak kanak awal adalah keluarga, khususnya kedua orang tua. Karena orang tua memiliki peranan yang penting bagi anak, antara lain: orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak, pelindung utama bagi anak, sumber kehidupan dan tempat tergantung bagi anak serta sumber kebahagiaan bagi anak. Di samping itu orang tua juga memiliki otoritas penuh untuk memberikan stimulasi dan pelayanan pendidikan bagi anaknya tanpa diganggu oleh pihak lain (Rahman, 2002: 96-98).
Dalam pandangan Islam, emosi merupakan karunia (fitrah) Allah yang memiliki berbagai manfaat bagi kelangsungan hidup makhluk-Nya. Misalnya emosi takut menuntun makhluk hidup untuk menghindar dari bahaya yang mengancam. Dan emosi amarah yang mendorong untuk mempertahankan diri serta emosi cinta merupakan landasan bagi terpeliharanya kelangsungan hidup umat manusia (Nahiati, 1985: 66).
Sedangkan kecerdasan emosional dalam pandangan Islam menurut Jalalludin adalah: kecerdasan emosional diukur dari kemampuan mengendalikan emosi dan menahan diri. Dalam Islam, kemampuan mengendalikan emosi atau menahan diri disebut sabar. Orang yang paling sabar adalah yang paling tinggi dalam kecerdasan emosionalnya. la biasanya tabah dalam menghadapi kesulitan. Dan ketika belajar, orang ini tekun. la berhasil menga­tasi berbagai gangguan dan tidak memperturutkan emosi, karena ia dapat mengendalikannya (Rahmat, 2000: 241). Untuk mencapai kesuksesan hidup, orang tidak butuh IQ tinggi tetapi justru butuh EQ yang tinggi (Hariwijaya, 2006 : 7). Dengan demikian masa kanak-kanak adalah masa yang paling tepat untuk melatih dan mengembangkan kecerdasan emosi anak sehingga diharapkan saat dewasa dapat memiliki kecakapan hidup yang baik dan mampu mencapai kesuksesan.


B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, masalah-masalah yang ada adalah :
1. Masa sekarang ini telah timbul perubahan dalam masa kanak-kanak. Anak-anak sulit mempelajari hal yang mendasar tentang agama dan tentang hati manusia.
2. Seperti yang terjadi sekarang ini, hilangnya sopan santun dan rasa aman, menyiratkan adanya emosi-emosi yang tak terkendali dalam kehidupan kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita.
3. Anak-anak zaman sekarang lebih mudah marah, resah, murung, memberontak dan menurut dorongan kata hati.
4. Kecerdasan emosi untuk keadaan sekarang menjadi sangat penting untuk dimiliki, mengingat telah muncul tekanan moral yang mendesak, yaitu saat-saat jalinan masyarakat mulai terurai semakin cepat ketika sifat mementingkan diri sendiri, kekerasan dan sifat jahat telah mengikuti sisi-sisi baik kehidupan masyarakat.
5. Pihak yang paling efektif untuk melaksanakan tugas pendidikan terhadap anak di masa kanak-kanak awal adalah keluarga, khususnya kedua orang tua.
6. Untuk mencapai kesuksesan hidup, seseorang tidak butuh IQ tinggi tapi justru butuh EQ yang tinggi.
7. Di Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta mayoritas warga beragama Islam.


C. Pembatasan Masalah
Dari berbagai identifikasi maslah di atas, penulis membatasi masalah yang akan dibahas yaitu :
1. Kecerdasan emosi untuk keadaan sekarang menjadi sangat penting untuk dimiliki, mengingat telah muncul tekanan moral yang mendesak, yaitu saat-saat jalinan masyarakat mulai terurai semakin cepat ketika sifat mementingkan diri sendiri, kekerasan dan sifat jahat telah mengikuti sisi-sisi baik kehidupan masyarakat.
2. Pihak yang paling efektif untuk melaksanakan tugas pendidikan terhadap anak di masa kanak-kanak awal adalah keluarga, khususnya kedua orang tua.
3. Di Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta mayoritas warga beragama Islam.

D. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas dapat dibuat rumusan masalah :
Bagaimana peran pendidikan Islam dalam keluarga terhadap kecerdasan emosional anak di Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta?

E. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran pendidikan Islam dalam keluarga terhadap kecerdasan emosional anak di Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pendidikan Islam yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya.
b. Mengetahui tingkat kepedulian orang tua terhadap perkembangan anaknya.
c. Mengetahui nilai hubungan keluarga dan anak.
d. Mengetahui tentang apa dan manfaat kecerdasan emosi.
e. Mengetahui bagaimana ciri-ciri anak usia dini.
f. Mengetahui semangat pendidikan Islam tentang kecerdasan emosional.

F. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa dapat mengetahui peran pendidikan Islam dalam keluarga terhadap kecerdasan emosional anak di Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta
b. Mahasiswa dapat mengetahui kecerdasan emosional anak dan ciri-ciri anak usia dini

2. Bagi Institusi
a. Memberika informasi peran pendidikan Islam dalam keluarga terhadap kecerdasan emosional anak sebagai dasar tindak lanjut tinjauan peningkatan pendidikan Islam dalam keluarga
b. Meningkatkan penelitian untuk tindak lanjut di daerah lain terhadap peran pendidikan Islam di keluarga

3. Bagi Masyarakat
a. Memberikan informasi tentang pentingnya pendidikan dalam keluarga
b. Memberikan informasi tentang pentingnya kecerdasan emosional anak
c. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk lebih cerdik mendidik anak dengan pendidikan Islam agar kecerdasan emosional anak dapat berkembang secara maksimal.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kecerdasan Emosional
Emosi dalam makna paling harfiah didefinisikan di dalam Oxford English Dictionary sebagai "Setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap kead.aan mental yang hebat atau meluap-luap", sedangkan Daniel Goleman menyatakan bahwa, "Emosi merujuk pada suatu porasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecerdasan untuk bertin­dak". (Goleman, 1999: 411).
Pada dasarnya, semua emosi adalah dorongan un­tuk bertindak, rencana. seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur. Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e” untuk memberi arti "bergerak menjauh", menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal. mutlak dalam emosi. Hal ini tampak jelas bila kita mengamati binatang atau anak-anak dan jarang dilakukan oleh orang dewasa yang "beradab". (Goleman, 1999: 7).
Kecerdasan emosional atau Emotional Intelligence (EQ) menurut Rachman menyangkut angka kapasitas mental yang didasai kepekaan emosi penyadaran dan kemampuan mengatur emosi. Anak dengan kapasitas emosi tinggi dapat membedakan emosi negatif dan postif dan tahu cara mengubah emosi negatif menjadi positif. (Rachman, 2005 : 40)

Aspek-aspek kecerdasan emosional adalah :
1. Persepsi emosi : anak bisa mengenali jenis emosi dan ekspresi wajah, musik, warna dan cerita
2. Pemahaman emosi : anak bisa menyelesaikan masalah emosi serta mengetahui emosi mana yang sama atau berlawanan dan hubungan antara satu emosi dengan emosi lainnya
3. Pengelolaan emosi : pemahaman anak tentang akibat perbuatannya terhadap emosinya atau orang lain dan bagaimana mengatur kembali kondisi emosinya menjadi positif (Rachman, 2005 : 41).
1. Manfaat Emosi
Dengan adanya emosi, manusia dapat menunjuk­kan keberadaannya dalam masalah-masalah manusiawi. Emosi menuntun manusia dalam menghadapi saat-saat kritis dan tugas-tugas yang terlampau riskan bila hanya diserahkan pada otak, seperti kita menghadapi peristiwa yang menyedihkan, bertahan mencapai tujuan kendati dilanda kekacauan, keterikatan dengan pasangan, membina keluarga dan di saat-saat keadaan darurat yang bila kita berhenti sejenak untuk berpikir apa yang harus dilakukan, berarti nyawalah taruhannya (Goleman, 1999: 4)
Perasaan juga sangat berarti di saat keputusan-kepu­tusan pribadi, seperti di saat menentukan karir, memilih pasangan hidup dan tempat tinggal. Keputusan itu tidak dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya jika hanya meng­gunakan rasio, tetapi harus menggunakan suara hati atau bahasa emosi (Goleman, 1999: 72-73).

2. Macam-Macam Emosi
Goleman menyatakan bahwa sejumlah teoritikus mengelompokkan emosi ke dalam golongan-golongan besar, meskipun tidak semuanya sepakat tentang golongan itu. Adapun emosi utama dan beberapa anggota golongan ter­sebut adalah:
a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah be­sar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan dan barangkali yang paling hebat adalah tindakan kekerasan dan kebencian patalogis.
b. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melan­kolis, mengasihi diri, ditolak, kesepian, putus asa, dan patalogisnya adalah depresi berat.
c. Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, phobia dan panik.
d. Kenikmatan: bahagia, gembira, riang, ringan, puas senang, terhibur, bangga kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa dan senang sekali.
e. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
f. Terkejut: terkejut, terkesiap, terpana, takjub.
g. Jengkel: hina, jijik, muck, mual, benci, tidak suka, mau muntah
h. Malu : rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina aib dan hancur lebur (Goleman, 1999 : 411 – 412).
Setiap emosi menawarkan pola persiapan tindakan tersendiri. Masing-masing menuntun kita ke arah yang telah terbukti berjalan dengan baik yaitu ketika menangani tantangan yang berulang-ulang dalam hidup manusia dan hal ini rnenjadi sifat bawaan dan kecenderungan otomatis emosi manusia (Goleman, 1999 : 4).

3. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional
Kecerdas­an emosi memihki lima ciri pokok, yaitu:
a. Kendali Diri
Kendali diri adalah pengendalian tindakan emosional yang berlebihan. Tujuannya adalah keseimbangan emosi, bukan menekannya, karena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna tertentu bagi kehidupan manusia. Apabila emosi terlalu ditekan dapat membuat kebosanan, namun bila emosi tidak terkendali dan terus-menerus maka akan stres, de­presi dan marah yang meluap-luap (Goleman, 1999: 77).
b. Empati
Empati adalah memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang orang lain dan meng­hargai perbedaan perasaan orang mengenai berbagai hal Goleman, 1999: 428). Empati dibangun berdasarkan kesa­daran diri, semakin terbuka kepada emosi diri sendiri maka makin terampil kita membaca perasaan orang lain (Goleman, 1999:135).

c. Pengaturan diri
Pengaturan diri adalah menangani emosi kita sehing­ga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan emosi (Goleman, 2001: 514).
d. Motivasi
Motivasi adalah menggunakan hasrat kita yang paling dalarn untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, Berta untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi (Musthofa, 2007:47).
e. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial adalah menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan ini untuk mem-, pengaruhi dan memimpin, bermusyawarah serta menye­lesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. Orang yang cakap akan keterampilan sosial akan ixienghargai dan mengakui keberhasilan dan perkembangan orang lain. Di samping itu ia akan menawarkan umpan batik yang bermanfaat dan mengidentifikasi kebutuhan orang lain untuk berkembang (Goleman, 2001: 234).



4. Manfaat Kecerdasan Emosional
Orang yang memiliki kecerdasan emosi memiliki kemampuan untuk melepaskan diri dari suasana hati yang tidak mengenakkan seperti march, khawatir dan kesedihan. Hal ini akan membuat seseorang menjadi terkendali dan dengan terkendalinya emosi sama terkendalinya dorongan hati (Goleman, 1999: 113). Dengan demikian orang yang cerdas emosinya akan dapat menjalani kehidupan dengan tenteram, bahagia dan wajar, karena dia dapat mengenali dan mengelola emosi diri sehingga perilakunya dapat terkendali dan emosinya memberi makna yang lebih baik (Musthafa, 2007 :49)
Orang yang memiliki kecerdasan emosi akan lebih memiliki harapan yang lebih tinggi karena ia tidak terjebak di dalam kecemasan dan depresi.(Goleman, 1999:122). Dengan kecerdasan emosi orang akan memiliki sikap optimisme yang merupakan sikap pendukung bagi sese­orang agar tidak terjatuh dalam keputusasaan bila mengha­dapi kesulitan dan kegagalan karena dia melihat kesulitan sebagai sesuatu yang dapat diselesaikan dan melihat ke­gagalan adalah sesuatu yang dapat diperbaiki (Goleman, 1999:123).

B. Pendidikan Islam Dalam Keluarga
Keluarga di sini diartikan sebagai suatu kelompok individu yang terkait oleh ikatan perkawinan atau darah, yang secara khusus mencakup ayah dan ibu (orang tua) serta anak dan merupakan lembaga pendidikan yang diselenggarakan dan ditangani langsung oleh kedua orang tuanya. Sedangkan anak di sini adalah anak yang sedang mengalami masa kanak-kanak awal yaitu yang berusia 2-5 tahun yang akan ditumbuhkan kemampuan emosinya agar setelah dewasa nanti berkemungkinan besar untuk memiliki kecerdasan.(Musthofa, 2007, 52-53).
Abd. Rahman Abdifflah dalam bukunya "Aktualisasi. Konsep Dasar Pendidikan Islam tentang definisi dari pendidikan Islam, antara lain Syahminan Zaini, menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha untuk mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran Islam agar terwujud kehidupan manusia yang makmur dan bahagia. (Rahman, 2002: 30).
M. Arifin mengemukakan bahwa hakikat pendidikan Islam adalah orang dewasa Muslim yang bertakwa dan secara sadar mengarahkan Berta membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.
Soekarno dan Ahmad Supardi memberikan pengertian pendidikan Islam adalah pendidikan yang berasaskan ajaran atau tuntunan agama Islam dalam usaha membina dan membentuk pribadi-pribadi Muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, cinta dan kasih kepada kedua orang tua dan sesamanya dan memberi kemaslahatan bagi diri dan bagi masyarakat pada umumnya (Rahman, 2002 : 35-37).
Abd. Rahman Abdullah telah memadukan pemikiran para ahli pendidikan Islam tentang tujuan pendidikan Islam dan dari perpaduan tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk mengarahkan manusia menjadi orang yang muttaqien dan berakhlak mulia serta dapat membangkitkan seluruh potensi yang dimilikinya, baik secara fisik, psikis, intelektual, kepribadian dan sosial sesuai dengan tuntunan ajaran Islam dan tuntunan kehidupan agar tercapai kemakmuran hidup di dunia dan kebahagian akhirat, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun dalam kehidupan berma.- syarakat (Rahman, 2002: 45-46).
Dalam mencapai tujuan tersebut harus disesuaikan dengan keadaan anak didik, sebab pada tingkat perkembangan anak didik akan berbeda dalam hal pelaksanaan dan target tujuan yang hendak dicapainya. Dalam hal ini termasuk pada masa kanak-kanak awal. Pada masa ini, anak belum mampu berpikir secara abstrak atau anak masih berpikir secara indrawi (Derajat, 2001: 59), sehingga tujuan yang akan dicapai masih pada tahap pertumbuhan potensi anak. Melalui pemberian bekal dasar bagi anak agar pada masanya nanti setelah baligh sudah terbiasa dengan pemahaman dan pelaksanaan ajaran-ajaran agama sebagai salah satu ciri-ciri dari pribadi Muslim yang bertakwa. (Musthofa, 2007 :84).
1. Materi Pendidikan Islam
Dalam mempersiapkan generasi yang bertakwa dan berakhlak mulia. Yang dapat menjalin hubungan dengan Allah SWT, sesama manusia maupun terhadap sesama makhluk, maka pokok-pokok rnateri yang diberikan di sini adalah yang bersumber dari ajaran Islam, yaitu akidah, ibadah dan akhlak (Halim, 2001: 91-92).
a. Pendidikan Akidah (Keimanan)
Materi pendidikan akidah ini disebut juga ilmu tauhid, yang membahas tentang bagaimana bertauhid (meng­imani/ mengesakan) Allah. Menurut Dr. Abdullah Nasih Ulwan, pendidikan dasar keimanan itu berupa hakikat keimanan dan masalah yang gaib seperti iman kepada Allah.. iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-Rasul Allah, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada takdir baik dan takdir buruk, beriman kepada siksa kubur, hari kebangkitan hisab, surga, neraka, dan seluruh masalah yang gaib (Ulwan, 1999: 165).
Ilmu menurut pengertian yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan raga, serta memberi pengaruh dalam pandangan hidup dan perbuatan sehari­-hari (Qordawi, 1993: 5).
Menurut Abdullah Nasih Ulwan, iman kepada Allah SWT merupakan pondasi dasar pendidikan bagi anak-anak baik secara moral maupun psikis dan ada hubungan yang erat antara iman dengan moral atau akidah dengan per­buatan (Ulwan, 1999: 188).
Dalam pandangan agama Islam setiap anak dikaruniai fitrah kepada Allah SWT. Dan keimanan fitrah tersebut akan tumbuh melalui bantuan dan bimbingan lingkungannya. Dan yang paling bertanggung jawab dalam hal ini adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu orang tua dituntut untuk membimbing fitrah ketauhidan anaknya. melalui pendidikan keimanan (Ulwan, 1999: 170-171).
Adapun nilai-nilai akidah Islamiyah yang bisa mulai diperkenalkan kepada anak-anak masa kanak-kanak awal adalah memperkenalkan nama Allah dan nama Rasul-Nya, memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melalui kisah-kisah ringan dan memperkenalkan ke Maha Agung-an Allah dengan memaparkan gambaran ringan tentang adanya alam raya. (Halim, 2001: 179).
b. Pendidikan Ibadah
Apa yang telah ada di dalam keimanan akan men-I oiyala apabila direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bentuk dari realisasi tersebut adalah melalui amal ibadah. Materi pendidikan ibadah ini dikemas dalam sebuah disiplin ilmu yang disebut dengan ilmu fiqh. Di dalam ilmu fiqh ini dibicarakan tentang Rukun Islam, yaitu syahadatain, shalat, zakat, puasa dan haji serta segala tata pelaksanaan dalam menaati perintah. Allah SWT dan menjauhi larangan­Nya sebagai salah satu bentuk dari keimanan kepada Allah SWT. (Mustofa, 2007 : 88).
Sedini mungkin hendaklah anak diperkenalkan dengan tata peribadatan menyeluruh sebagaimana yang termaktub dalam fiqh Islam, agar kelak mereka dapat tumbuh menjadi insan-insan yang benar-benar bertakwa kepada Allah SWT yang berarti juga memiliki ciri pokok dari kecerdasan emosi. (Mustofa, 2007 : 89). Nilai-nilai ibadah dapat dikenalkan kepada anak masa kanak-kanak awal melalui cara: mengajak anak-anak ke tempat ibadah, memperlihatkan bentuk-bentuk ibadah seperti tata cara shalat, berwudlu, memperkenalkan arti ibadah kepada anak dengan pemaparan-pemaparan ringan. (Halim, 2001: 179).
Buah dari keimanan yang direalisasikan melalui pelaksanaan ibadah sebagai wujud penghambaan kepada Allah SWT adalah Akhlakul Karimah. Semakin kuat ke­imanan seseorang maka akan semakin giat ia beribadah dan tentunya akan semakin baiklah akhlaknya sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Rasulullah Saw bahwa:
"Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling mulia akhlaqnya." (Halim, 2001: 107)
Akhlak menurut Al-Ghazali adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia., yang dari dirinya muncul perbuatan yang mudah dikerjakan tanpa melalui pertim­bangan akal pikiran (Muhsin, 1999: 7). Seorang anak apabila sejak masa kanak-kanaknya, ia bisa tumbuh dan berkembang dengan landasan keiman­an dan kepada Allah, terdidik untuk senantiasa mengingat Allah yang nantinya akan terwujud melalui pengalaman ibadah dan berbekal kemampuan untuk menerima keuta­maan dan kemuliaan sehingga ia dapat terbiasa dengan akhlakul karimah yang berjalan secara otomatis tanpa dipikir-­pikir lagi, maka Insya Allah kebahagiaan hidup akan dira­sakannya kelak karena di dalam kepribadiannya tercermin ketakwaan yang tentunya tercermin juga kecerdasan emosi di dalamnya. (Ulwan, 1999: 193)
Masa kanak-kanak awal sangat peka terhadap hal-­hal yang dilakukan oleh orang lain khususnya kedua orang tua. la senang meniru dan mencontoh apa saja yang dide­ngar dan dilihatnya. Dan akhlak sangat terkait dengan kebiasaan,
Maka pihak orang tua harus berakhlakul karimah sebagai teladan anak mereka. Adapun cara orang tua dalam­ memberikan dorongan kepada anak untuk berakhlak mulia adalah dengan cara menceritakan kisah-kisah para nabi dan kisah-kisah ringan lainnya yang berisi keteladanan akhlak, melatih kebiasaan anak agar mengucapkan kata­-kata harian yang terpuji, serta bagaimana cara bersopan santun dan lain-lain.

2. Metode Pendidikan Islam
Sebagus apapun sebuah konsep ilmu kalau cara pe­nyampaiannya kurang cocok maka hasilnya pun kurang optimal. Oleh karena itu perlu metode yang tepat agar apa yang disampaikan mencapai hasil yang baik bahkan mak­simal. Adapun metode dalam pendidikan Agama Islam bagi anak menurut Abdullah Nasih Ulwan adalah:
a. Pendidikan dengan Keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang sangat efektif dan sangat berpengaruh dalam memper­siapkan dan membentuk keimanan, amal ibadah dan akhlak anak yang diharapkan akan berpengaruh juga terhadap tumbuhnya ketakwaan dalam diri sang anak yang tentunya akan mengandung di dalamnya yakni kecerdasan emosi. Dan untuk mewujudkan itu semua barang tentu pendidik yang dalam hal ini kedua orang tua sangat efektif untuk menanamkan peran suri teladan ini karena orang tua merupakan pendidik yang utama dan pertama bagi anak ketika lingkup pergaulan anak masih seluas lingkungan rumah. Hal ini senada dengan apa yang dinyatakan oleh para tokoh pendidikan, seperti George Herbert Mead yang menyebutkan bahwa posisi orang tua bagi anak adalah sebagai signifikan other. Sementara Richard Dewey dan W.J. Humber menyebut orang tua sebagai affective other. Dengan demikian segala yang dilakukan oleh mereka akan ditiru oleh anak-anak, termasuk dalam sikap keagamaan anak. Sigmund Freud menyatakan bahwa keberagaman anak terpola dari tingkah laku bapaknya. Pengaruh ini oleh Freud disebut father image (citra bapak). Jadi, baik buruknya citra bapak akan ikut mempengaruhi sikap keagamaan anak (Hamid, 2000: 205).
Bagi anak didik, selama is tidak melihat sang pendidik sebagai teladan dari apa yang diajarkan kepadanya, bagai­manapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk ke­baikannya, maka akan sia-sia. Karena keteladanan adalah faktor yang dominan bagi pendidikan untuk anak masa kanak-kanak awal.
b. Pendidikan dengan Adat Kebiasaan
Salah satu yang merupakan kunci dalam pandangan Islam adalah bahwa anak sejak lahir telah diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang benar dan iman dari Allah:
"Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. " (QS. Ar Rum: 30).
Para ahli pendidikan Islam sepakat bahwa apabila anak dibekali pendidikan Islami dan lingkungan yang baik, maka ia akan tumbuh dengan iman yang benar, berhiaskan diri dengan etika Islami, bahkan sampai pada puncak nilai-nilai spiritual yang tinggi serta berkepribadian yang utama (Ulwan, 1999: 187).
Dari aspek motorik, anak masa kanak-kanak awal ini telah mampu mengontrol geraknya sehingga untuk melakukan gerakan-gerakan, misalnya dengan sholat, anak telah mampu melakukannya. Oleh karena itu orang tua dapat membiasakan anak untuk bersama-sama melakukan ibadah shalat. Dari sini diharapkan akan terbentuk jiwa keagamaan yang positif pada anak di kemudian hari.
Di samping itu, dari segi perkembangan keagamaan pada diri anak sepenuhnya autoratorius, artinya konsep keagamaan pada diri anak dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka sebab anak-anak melihat dan mengikuti apa-apa yang dikerjakan dan diajarkan lingkungannya terutama kedua orang tua. Mereka meniru tentang sesuatu yang berhubungan dalam kemaslahatan agama. (Jalaludin, 1995: 66 dan 68).
c. Pendidikan dengan Nasihat
Salah satu metode yang dapat diguna.kan dalam pembentukan akidah anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial adalah pendidikan anak dengan memberikan nasihat-nasihat. Dengan nasihat yang tulus akan. berpengaruh terhadap jiwa anak sehingga mendapat respon yang baik dan meninggalkan bekas yang mendalam (Ulwan, 1999: 213).
Di samping itu, jika dilihat dari perkembangan moral, anak masa kanak-kanak awal cenderung menggunakan ukuran baik buruk, benar salah, boleh atau tidaknya sesuatu berdasarkan apa yang dikatakan oleh orang lain terutama kedua orang tuanya (Bawani, 1990: 103-104).
Setelah metode ini dilakukan yang terpenting selanjutnya adalah orang tua mempraktikkan apa yang dinasihatkannya dalam kehidupan sehari-hari, karena apabila hal ini tidak dilakukan maka tak ada seorang pun yang akan menerima nasihatnya, termasuk jugasang anak. (Abdullah Nasih Ulwan, 1999: 271).
d. Pendidikan dengan Perhatian dan Pengawasan
Maksud dari pendidikan dengan perhatian dan pengawasan ini adalah orang tua senantiasa mencurahkan per­hatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek akidah dan. moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan anak baik secara mental maupun sosial. Di samping itu berkomunikasi tentang perkembangan kesehatan fisik dan in­telektualnya. Dengan diketahui hal-hal tersebut maka di­harapkan orang tua dapat membimbing dan mengarahkan segenap potensi anak khususnya emosi agar dapat berkem­bang dengan baik dan memiliki kecerdasan. (Musthofa, 2007 : 102).
Pendidikan dengan perhatian dan pengawasan ini bisa memberikan hasil yang positif, karena anak kecil memiliki kecenderungan kepada kebaikan, kesiapan fitrah, kejernihan jiwa sehingga sangat mudah untuk menjadi baik, terutama mental, moral, dan spritualnya. Hal ini bisa diperoleh apabila tersedia faktor pendidikan yang Islami dan lingkungan yang baik dan kondusif (Ulwan, 1999: 287).


e. Pendidikan dengan Hukuman
Pendidikan dengan hukuman ini berfungsi sebagai pencegah, yakni ketentuan hukuman diadakan agar dapat mencegah perbuatan yang menyebabkan diperlakukannya hukuman. Ketika perbuatan tersebut tetap dilakukan maka hukuman. pun boleh dilakukan secara proporsional. Secara mendasar diberlakukannya hukuman tersebut adalah untuk melindungi kebutuhan-kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, yakni menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kehormatan, menjaga akal dan menjaga harts benda. (Musthofa, 2007 : 103)
Dalam penerapan hukuman ini disesuaikan dengan usia, kultur dan kedudukannya. Ada yang cukup dengan nasihat yang lembut, ada yang diberi kecaman, bahkan dengan pukulan yang wajar. Begitupun hukuman yang diterapkan dalam mendidik anak akan berbeda penerapannya dengan hukuman bagi orang dewasa.(Musthofa, 2007 : 104).

C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir yang dapat dirumuskan antara lain :
1. Pendidikan Islam sudah diajarkan oleh orang tua sejak anak masih berusia dini
2. Keluarga adalah lingkungan terbaik untuk mendidik anak
3. Anak dapat menerima pendidikan Islam dari orang tuanya
4. Kecerdasan emosional anak sudah terlihat sejak anak masih berusia dini

D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ada pengaruh pendidikan Islam dalam keluarga terhadap kecerdasan emosional anak.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala lewat analisis hubungan variabel pada saat penelitian dilakukan. Penelitian ini diarahkan untuk menetapkan sifat suatu situasi pada waktu penyelidikan (Best, 1997 : 145). Penelitian deskriptif, tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan variabel apa yang ada dalam suatu situasi.
Metode penelitian adalah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi. Ini merupakan rencana pemecahan masalah yang sedang diselidiki. (Musthofa, 2007: 80).
Penelitian ini difokuskan pada konsep kecerdasan emosi pada anak usia dini. Dengan landasan pendidikan Islam yang dilakukan dala keluarga. Diharapkan dari penelitian ini dapat menjelaskan fenomena yang ada terutama berkaitan dengan tujuan materi dan metode pendidikan Islam. Untuk memahami berbagai aspek dalam pendidikan Islam maka dari sisi data yang dihimpun, penelitian ini menggunakan pendekatan survei. Dengan pendekatan survei akan diperoleh kenyataan dan fakta yang terjadi di dalam masyarakat.


B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Penelitian ini akan dilaksanakan pada keluarga-keluarga yang ada di Desa Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta untuk mengambil sampel pendidikan Islam yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya.
2. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2010.

C. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas : Pendidikan Islam dalam keluarga.
2. Variabel terikat : Kecerdasan emosional anak

D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh yang mempunyai anak usia dini di Desa Kalidengen, Temon, Kulon Progo, Yogyakarta.

2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel diambil keluarga dengan cara cluster sampling yaitu (10) sepuluh keluarga yang orang tua bekerja sebagai petani, (10)sepuluh orang yang orang tuanya bekerja sebagai pegawai negeri, (10) sepuluh keluarga yang orang tua sebagai anggota ABRI, (10) sepuluh keluarga yang orang tua bekerja sebagai pedagang, dan (10) sepuluh keluarga yang orang tua tidak tetap pekerjaannya. Pengambilan sampel menggunakan alasan jumlah kepala keluarga dan lokasi wilayah meliputi satu desa dengan jumlah kepala keluarga 483 KK.

E. Metode Pengumpulan Data
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta maupun angka. Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian adalah orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti peneliti, baik pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis lisan.
Dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua) metode pengumpulan data yaitu :
1. Angket (Kuesioner)
Dalam metode angket ini menggunakan angket tertutup, orang tua anak menjawab pertanyaan yang jawabannya sudah disediakan sehingga responden tinggal memilih.
2. Interviu (Interview)
Dalam metode interviu ini peneliti mewawancarai orang tua dengan membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen untuk metode angket adalah angket. Instrumen untuk metode wawancara adalah pedoman wawancara.
Dalam penelitian ini menggunakan indikator ciri-ciri anak dengan kecerdasan emosi tinggi :
a. Sadar diri, pandai mengendalikan diri, bisa dipercaya, bisa beradaptasi.
b. Bisa berempati, memahami perasaan lain, bisa menyelesaikan konflik, bisa bekerjasama dalam tim.
c. Bisa bergaul dan membangun persahabatan
d. Bisa mempengaruhi orang lain.
e. Berani bercita-cita
f. Bisa berkomunikasi
g. Percaya diri.
h. Bermotivasi
i. Bisa berekspersi dan berbahasa lancar
j. Menyukai gambar dan cerita.
k. Menyukai pengalaman baru.
l. Teliti dan prefeksionis
m. Suka membaca tanpa didorong-dorong
n. Mengingat kejadian dan pengalaman dengan mudah.
o. Suka belajar.
p. Rasa ingin tahu yang besar.
q. Rasa humor tinggi.
r. Aktif berfantasi dan kreatif dalam memecahkan masalah.
s. Senang mengatur dan mengorganisasikan aktivitas (Rachman, 2005, 63-75).
Selain indikator untuk mengetahui ciri-ciri anak dengan kecerdasan emosional diatas juga menggunakan indikator pendidikan agama yang dilakukan dalam keluarga anak seperti :
a. Pendidikan dengan keteladanan
b. Pendidikan dengan adat kebiasaan
c. Pendidikan dengan nasihat
d. Pendidikan dengan perhatian dan pengawasan
e. Pendidikan dengan hukuman
Suatu alat ukur dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan informasi yang jelas dan akurat apabila telah memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh para ahli psikometri, yaitu kriteria valid dan reliabel. Oleh karena itu agar kesimpulan tidak keliru dan tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dari keadaan yang sebenarnya diperlukan uji validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian.
a. Uji Validitas
Validitas lebih berupa derajat kedekatan kepada kebenaran dan bukan masalah sama sekali banar atau sekali salah. Validitas adalah suatu proses yang tak perah berakhir. Suatu cara pengukuran yang telah lama sekali diyakini akan validitasnya, suatu ketika ditemukan bukti-bukti baru aka kesalahan atau kekurangannya, sehingga dilakukan penyempurnaan atau peurbahan prosedur dan alat ukur tersebut.
Uji validitas item yaitu pengujian terhadap kualitas item-itemnya yang bertujuan untuk memilih item-item yang benar-benar telah selaras dan sesuai dengan faktor yang ingin diselidiki. Cara perhitungan uji coba validitas item yaitu dengan cara mengorelasikan skor tiap item dengan skor total item.
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan validitas konstruk (construct validity) yaitu validitas yang mengacu pada konsistensi dari semua komponen kerangka konsep. Untuk menguji tingkat validitas instrumen penelitiannya, maka digunakan rumus teknik Regresi liner sederhana.
Bagian dari uji validitas yang dipakai dalam penelitian ini adalah melalui analisis butir-butir, dimana untuk menguji setiap butir skor total valid tidaknya suatu item dapat diketahui dengan membandingkan antara angka regresi linier sederhana (r Hitung) pada level signifikansi 0,05 nilai kritisnya. Instrumen penelitian ini dikatakan valid dimana nilai korelasinya lebih besar dari 0,3.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah menunjuk pada tingkat keterdalaman sesuatu. Data yang reliabel adalah data yang dihasilkan dapat dipercaya dan diandalkan. Apabila datanya memang banar-benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kali pun diambil, tetap akan sama.
Uji realibilitas adalah dengan menguji skor antar item dengan tingkat signifikansi 0,05 sehingga apabila angka korelasi yang diperoleh lebih besar dari nilai kritis, berarti item tersebut dikatakan reliabel. Uji Alpha Cronbach digunakan untuk menguji realibilitas instrumen ini.
Rumus Alpha Cronbach :
r11 =
r = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal.
= jumlah varians butir
= varians total



DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an dan Terjemahannya. 2003. Depag RI.

An-Nahrawi Abdurrahman. Usluhut Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibiha, Damsyik, Darul Fikr.

Best John W.. 1997. Research in Education, New Jersey: Eagle Wood Eliffs, Third Edition.

Claire Joan De & L. John Gottman. 1997. Kiat-Kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional, alih bahasa: T. Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Goleman Daniel. 1999. Kecerdasan Emosional, alih bahasa, T. Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hamid Muhyiddin Abdul. 2000. Kegelisahan Rasululoh Mendengar Tangis Anak. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Hariwijaya, M. 2006. Tes EQ Tes Kecerdasan Emosional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jalaluddin Rahmat. 2000. Meraih Cinta Illahi - Pencerahan Sufistik. Bandung: Rosdakarya.
Jalaluddin. 1995. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Press.

Mustofa, Yasin. 2007. EQ untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam. Sketsa.

Nahjati Ustman. 1985. Al-Qur'an dan Ilmu Jiwa. alih bahasa: Ahmad. Rafiq Utsmani. Bandung: Pustaka.

Rachman, Eileen. 2005. Mengoptimalkan Kecerdasan Anak dengan Mengasah IQ dan EQ. Jakarta: PT. Gramedia Pustama Utama.

S. Rahman Hibana. 2002. Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: PGTKI Press.

Ulwam Abdullah Nasih. 1999. Pendidikan Anak dalam Islam. alih bahasa. Jamaludin M, Tarbiyatul Aulad fil Islam. Jakarta: Pustaka Amani.

1 comment: